Peristiwa penciptaan manusia, yang
diciptakan melalui materi debu dan tanah (Kej. 2:6), sebagai sebuah klimaks dari kisah penciptaan. Di dalam
bahasa aslinya, kata yang dipakai adalah aphar
dan adamah yang berarti dibentuk
Allah melalui tanah yang ada di bumi. Penggunaan istilah adamah sendiri juga mengacu kepada bumi sebagai daratan. Sebagai
yang kembali lagi menjadi debu tanah, suatu keadaan yang fana yang
mengakibatkan kebergantungan mutlak kepada Allah. Suatu keadaan fana, yang akan
kembali kepada kekekalan. Nafas hidup, nefesy sebagai yang diembusi nafas kehidupan. Sebagai yang
diciptakan Allah melalui materi, namun memiliki jiwa. Daging yang dibentuk
dengan tanah dan memiliki jiwa karena diembusi nafas Allah, dan jiwa yang ada
di dalam daging yang fana. Sebagai gambar dan rupa Allah yang bertugas untuk
memelihara bumi, menyandang gambar, berfungsi sebagai pemelihara ciptaan-Nya. Manusia
memiliki hubungan timbal balik dengan Allah, memiliki persekutuan, dan dapat bertindak
dengan pemikirannya sendiri bukan karena insting semata. Hawa diciptakan Allah secara langsung
melalui tangan Allah, dengan tulang rusuk Adam menyatakan keterkaitan yang
tidak terpisahkan antara Adam dan Hawa yang saling bergantung. Hawa diciptakan
sebagai penolong Adam, sedangkan Adam diciptakan lebih dahulu sebagai yang tak
dapat digantikan. Penolong bukan berarti bahwa Hawa lebih kuat daripada Adam,
dan bahwa konsep ini tentu amat salah. Penolong sendiri diciptakan oleh Allah
karena tidak ada yang sepadan dengan Adam di antara binatang-binatang yang
telah diciptakan (Kej. 2:20). Sehingga, kita tahu bahwa penolong ini berarti
pendamping yang sepadan dan saling terikat satu sama lain, tanpa dapat
dipisahkan, sebagai satu daging. Dan bahwa pada permulaannya baik Adam maupun
Hawa diciptakan sederajat.
Bahkan bangsa lain yang
tidak mengenal Allah seperti halnya
Plato mengakui bahwa segala sesuatu adalah fana. Ia percaya akan ada kehidupan
dalam sebuah ketiadaan yang kekal. Namun filsafatnya tidak diterangi oleh
kebenaran firman Allah, sebab ada sebuah jaminan bagi orang percaya, bahwa
barangsiapa yang percaya kepada Yesus, mengaku dengan mulut dan percaya dalam
hati maka ia akan diselamatkan (Rom. 10:9)!
Adam dan Hawa adalah satu kesatuan unit (Kej.
2:24). Adam yang diciptakan lebih dulu, dan kemudian Hawa diciptakan
terkemudian, sehingga subjek nya adalah laki-laki, dan perempuan adalah objek
pelengkap. Begitulah pandangan budaya patriakh yang dipercaya dan dipegang oleh
Bangsa Israel. Akan tetapi pemahaman yang salah adalah bahwa laki-laki pun
sangat bergantung kepada perempuan, pun perempuan sangat bergantung pada
laki-laki. Keduanya diperlukan untuk dapat saling mengisi kebutuhan biologis
dan berkembang biak seperti yang difirmankan oleh Tuhan dengan tugas untuk
memenuhi bumi. Ikatan antara suami dengan istri adalah
ikatan yang lebih kuat daripada ikatan ayah-anak di dalam marga, family, dsb.
Di dalam kehidupan ini manusia seringkali diperhadapkan pada suatu situasi yang
tidak dapat dipilih. Sebagai contoh, kita tidak dapat memilih siapa saudara
orang tua kita, siapa saudara kandung kita, siapa saudara sepupu kita, siapa
kakek nenek kita, siapa anak kita, siapa cucu kita, darimana kita berasal,
dengan kondisi fisik apa kita dilahirkan, dengan status sosial yang seperti apa
kita dilahirkan, akan tetapi Allah memberikan kepada manusia akal budi dan
tanggung jawab untuk dapat memilih pasangan hidupnya, orang yang akan menemani
sampai maut memisahkan keduanya. Pernikahan adalah satu-satunya lembaga terpenting
yang dipercayakan Allah kepada setiap manusia untuk menentukan pilihan. Kata daging berasal dari kata basar yang mengandung arti nyawa
kehidupan, sehingga kata daging ini bukan dalam arti harafiah menjadi satu
secara sesungguhnya. Akan tetapi di dalam sebuah hubungan yang intim antara
suami dan istri, baik itu melalui lembaga perkawinan maupun di dalam pemenuhan
kebutuhan biologis harus lah dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan yang
terikat dalam hubungan suami istri yang sah, dan satu-satunya. Berbagi
kehidupan berarti mengasihi pasangan seperti mengasihi diri sendiri.
Sebagaimana istri harus tunduk terhadap suami sebagai kepala dalam mengambil
keputusan, demikian juga halnya suami harus mengasihi istri. Namun tentu saja
seorang suami yang mengasihi istrinya akan mengambil keputusan berlandaskan
kasih kepada teman hidupnya tersebut, dan tidak semena-mena. Inilah hubungan
yang dikatakan berbagi hidup bahwa sesungguhnya landasan hubungan suami istri
adalah kasih. (Ef. 5:22-33)
Saat Hawa memakan buah pengetahuan
yang baik dan yang jahat tersebut, lalu memberikan kepada Adam untuk dimakan
juga maka terbukalah mata mereka. Pengertian mata di sini berarti sebuah
pengertian akan adanya eksistensi dosa. Sebelum Adam dan Hawa memakan buah
pengertian tersebut mereka telah mengetahui bahwa adalah sebuah dosa dan
kesalahan jikalau mereka makan buah tersebut, namun dalam hal ini konsep dosa
hanya ada di dalam pikiran mereka saja (kognitif). Akan tetapi ketika mereka
memakan buah tersebut maka pikiran mereka terbuka secara sadar akan dosa yang
sesungguhnya telah mereka lakukan (afektif), dan mereka telah sadar bahwa
mereka berdosa! Perlawanan terhadap hukum Allah berarti perlawanan terhadap
Allah sendiri, dan mereka telah melakukan apa yang tidak tepat di pandangan
Allah. Mereka telah meleset dan lalai dalam mentaati perintah Allah! Bisa
dikatakan bahwa pengalaman Adam dan Hawa bersama dengan Allah tidak membuat
mereka sadar secara sungguh siapa Allah sebenarnya! Ketaatan untuk melakukan
hukum telah dilalaikan, dan hal ini dapat dimengerti ketika mereka melakukan
hal ini dalam pengertian harafiah semata saja dan belum menyentuh ke dalam
batiniah mereka. Ketaatan yang dilakukan hanya dipandang dalam koridor
melakukan apa yang boleh dan yang tidak boleh, bukan dalam koridor sebuah hati
yang sungguh mengasihi Allah. Keinginan untuk menyamai posisi Allah yang
diwujudkan dalam keinginan untuk memakan buah tersebut yakni didasari hawa
nafsu, dan keserakahan. Ta'avah yang digunakan untuk kata sedap
kelihatannya sebenarnya memiliki arti lebih tepat menyenangkan mata.
Menyenangkan mata untuk memuaskan keinginan hati dari manusia sendiri, dan
bukan mencari apa yang memuaskan hati Allah dan menempatkan kerinduan Allah di
posisi yang tertinggi.
Kehadiran
Hawa untuk menolong pria disebutkan ezer
kenegdo (Kej. 2:18) yang mana memiliki kekuatan dalam fungsi tertentu
sehingga fungsi saling bahu membahu ini terealisasi. Kapasitas yang dimiliki
oleh perempuan bukanlah lebih rendah daripada laki-laki, akan tetapi sejajar
sebagai pendamping yang berinisiatif dan menjadi mitra. Kata ezer
sendiri memiliki gender maskulin, yang artinya kata penolong ini bukan
hanya disematkan kepada perempuan semata, akan tetapi juga diberikan kepada
laki-laki. Kata ezer yakni menolong
sendiri sering dipakai untuk menggambarkan Allah sebagai penolong Israel,
sehingga dapat dimengerti disini bahwa kodrat dari penolong tersebut bukanlah
sekunder tetapi primer. Kedudukan antara pria dan wanita, suami
dan istri dalam konteks ini bertugas saling menolong, dan bukan berarti
perempuan yang diciptakan untuk menolong itu lebih kuat, sebab lelaki juga
bertugas untuk menolong. Perbedaan fungsi merupakan yang terpenting untuk dapat
mengerti konsep kesetaraan ini, bahwa sebuah rumah tangga dapat berjalan sesuai
dengan blueprint-cetak biru ketika kita memahami makna keluarga yang
dikehendaki oleh Allah.