A.
DEFINISI
Creatio ex nihilo berasal
dari bahasa Yunani, yang dalam bahasa Inggris berarti creation out of nothing[1]
yang diartikan penciptaan dari suatu ketidak adaan atau kenihilan. Rupanya istilah
creation ex nihilo ini lebih banyak
dipengaruhi oleh pemikiran Yunani/Helenis dibandingkan dengan pemikiran Yahudi
itu sendiri atau bangsa-bangsa lain di sekitarnya.
Ketidak
beradaan adalah suatu keadaan ketika alam semesta dijadikan, tidak ada sesuatu
pun materi yang dipakai untuk membantu prosesnya, melainkan hanya Firman Allah
saja. Keputusan penciptaan Ilahi tidak didahului oleh suatu bahan apa pun yang
telah ada dari macam apa pun juga. Hal ini berarti suatu keadaan tentang
ketiadaan ini meniadakan pandangan tentang adanya suatu unsure lain di luar
yang Ilahi, dan yang kemudian dipakai Allah dalam proses penciptaan (paham ini
dipegang oleh penganut Pantheisme = alam semesta sama dengan Tuhan). Namun
manusia sebagai yang paling istimewa diciptakan dari materi yang sudah ada
(debu dan tanah), diciptakan serupa dengan gambar-Nya, dan dihembusi nefesy
Allah maka disitulah letak dari keistimewaannya, yang berbeda dengan ciptaan
lain yang diciptakan dari Firman Allah saja.
1.
Christoph Barth
Creation ex nihilo
dipahami sebagai menciptakan dari yang tiada, yang berbeda dengan bara yang berarti menciptakan yang belum
pernah ada. Maksudnya adalah ex nihilo berarti penciptaan yang berangkat dari
ketiadaan atau suatu keterangan waktu, sedangkan bara berarti menciptakan sesuatu yang belum pernah ada sebagai
suatu keterangan sifat atau eksistensinya.
Penciptaan
merupakan suatu tindakan Allah terhadap alam semesta, dengan terpusat pada umat
pilihan-Nya yakni Israel. Pada masa pembuangan ke Babel, mereka yang putus asa
terhadap janji Allah, diingatkan kembali dengan peristiwa penciptaan ini yakni
bahwa Allah semesta alam yang menciptakan segala sesuatu adalah Allah Israel,
Allah mereka yang tidak melupakan janji-Nya. Penciptaan merupakan landsan bagi
perjanjian yang hendak dipahami dalam terang karya penyelamatan yang berintikan
pada Yesus Kristus.
2.
Yonky Karman
Kata
kerja Ibrani yang dipakai untuk mendukung istilah creatio ex nihilo adalah bara
yang berarti menciptakan, dan kata kerja tersebut hanya disematkan kepada
tindakan Allah yang menciptakan. Maka yang paling jelas peristiwa tentang
penciptaan yang terdapat di dalam Kejadian 1 ini berbicara tentang suatu usaha
Allah menciptakan atau mengubah sesuatu secara radikal dari bentuk yang kosong
atau juga berarti tidak berbentuk (chaos=kacau
balau) menjadi berbentuk, dan dijadikan dengan keadaan bahwa semuanya baik
adanya.
Lalu
ada hal yang menjadi pertanyaan tentang dari mana chaos ini berasal. Opsi pertama adalah chaos ini bukan berasal atau diciptakan oleh Allah, yang berarti
sebelum dunia dijadikan sudah ada peristiwa atau masa chaos yang bersama-sama dengan Tuhan. Sedangkan opsi lainnya, chaos ini diciptakan oleh Allah,
sehingga dualisme ini tidak sepenuhnya menjawab tentang dari mana chaos ini berasal dan ada baiknya untuk
tidak memaksakan hal tersebut karena apabila sebuah teks narasi ini tetap
bertahan secara konsisten terhadap suatu doktrin creation ex nihilo.
3.
William Dyrness
Creation ex nihilo
sangat berkaitan dengan bara karena
istilah inilah yang paling mendekatinya. Tidak ada kata kerja dalam bahasa Ibrani
yang benar-benar mewakili istilah ini. Creation
ex nihilo yang berarti penciptaan tanpa menggunakan suatu unsure material
yang telah ada, namun Ia menciptakan segala sesuatu yang tadinya belum ada. Proses
penciptaan dari ketiadaan ini menyatakan bahwa mahluk ciptaan Allah tidak
mungkin terlepas dari Allah sebagai Pencipta, namun mahluk ciptaan bukanlah
Allah.
4.
Kesimpulan
Maka
dalam melihat segala peristiwa yang telah terjadi dari proses penciptaan creation ex nihilo dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa kata yang paling mendukung untuk menyatakan istilah tersebut
adalah bara, meskipun bara sendiri tidak mewakili secara utuh,
istilah creation ex nihilo tersebut.
Kata
bara yang dipakai untuk peristiwa
ketika Allah menciptakan dalam enam hari merupakan suatu kata kerja yang hanya
dipakai oleh Allah saja, dan tidak disematkan pada oknum lain. Penciptaan dari
ketiadaan atau suatu unsure yang belum eksis sama sekali, dan kemudian menjadi
ada, menyatakan suatu hal bahwa hal ini hanya dapat dikerjakan oleh Allah saja
dan tidak dapat dilakukan oleh oknum lain. Peristiwa bara ini menyatakan bahwa Allah tidak terikat pada satu materi pun
dalam menciptakan apa yang diinginkan-Nya, karena hanya perlu dengan
menggunakan Firman saja. Namun yang menjadi perbedaan adalah manusia yang
dibentuk dari suatu materi yang sudah diciptakan Allah sebelumnya yakni debu
dan tanah.
B.
PROSES
1.
Ketiadaan semesta
Yang
mewakili keadaan ini adalah kata bara
yakni sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ada, yang membicarakan hakekat dari
eksistensi Allah yang telah ada sebelum segala sesuatu ada dan menjadikan
seturut apa yang dikehendaki-Nya. Ia menciptakan langit atau yang biasa juga diartikan
sebagai surga (syamayim), dan juga
bumi (erets) beserta segala isinya. Manusia
sebagai makhluk utama dalam dunia ciptaan yang harus ia manfaatkan dengan penuh
tanggung jawab.[2]
2.
Penciptaan melalui Firman
Allah
menciptakan langit dan bumi dengan Firman yang berwibawa , dengan keadaan akhir
bahwa semuanya baik, dan baik sekali bagi manusia. Segala sesuatunya selesai
dan dijadikan seperti apa yang dimaksudkan Allah. Melalui Roh-Nya dan
Hikmat-Nya, Ia menetapkan dan menjadikan segala sesuatu dalam alam semesta.
Penggunaan
Firman, menyatakan transendensi Allah yang hanya perlu berkata saja untuk
menjadikan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya, dan tidak memerlukan suatu
usaha yang keras atau sulit bagi-Nya untuk menjadikan apa yang Ia inginkan.
Allah berdaulat dan mengontrol dunia ciptaan, dan oleh karena itu Ia adalah
Raja (Mzm. 93:95-99).
3.
Tuhan berkuasa atas kegelapan dan kekacauan
a.
Barth
Tuhan
dipuji karena Ia berhasil mengalahkan, dan menang atas kekacauan. Disebutkan
bahwa musuh Allah pada kekacauan itu seperti Rahab, Babel, Mesir, Lewiatan, dan
kuda Nil yang akhirnya dikalahkan dan Allah berhasil menciptakan keteraturan
(hal ini banyak dipengaruhi oleh ideology Kanaan). Kekacauan yang telah
dikalahkan oleh Allah, seringkali juga dipakai oleh-Nya sebagai tanda murka
kepada manusia, sehingga keadaan seolah-olah menjadi kacau. Namun yang perlu
kita ingat bahwa kekacauan “telah ditaklukan” dan Ia berkuasa atas segala
ciptaan-Nya. Dalam hal ini Barth memandang bahwa kekacauan adalah musuh Allah.
b.
Dyrness
Penggunaan
mitologi Kanaan seperti yang terdapat dalam uraian Barth, mitos-mitos ini
dimiliki oleh semua orang, dan bukan primitive saja. Dalam proses penciptaan, penggunaan
mitologi-mitologi dari asing yang dimasukkan ke dalam kitab-kitab orang Ibrani
(PL) seperti halnya yang ditafsirkan dalam Mazmur 74, menegaskan bahwa hal
tersebut tidak berarti ada persaingan antara dewa-dewa asing, tetapi
menunjukkan kekuasaan Allah yang berdaulat, mutlak, dan selalu menang atas
lawan-lawan-Nya. Hal ini bukan berarti orang Israel memiliki pandangan tentang
adanya penciptaan di luar konsep Kejadian, tetapi bahwa Allah memiliki
keunggulan dan jauh melebihi dewa-dewa orang asing yang berada di luar Israel. Dalam
hal ini Dyrness memandang bahwa kekacauan adalah kuasa-kuasa yang menentang
Allah, seperti halnya dengan Barth.
c.
Yonky Karman
Penciptaan
merupakan bukti bahwa Allah menang melawan kekacauan dan kekuatan yang
potensial untuk membuat kekacauan. Dan orang Israel meyakini bahwa ada suatu
kuasa yang bersifat merusak atau mengacau, sehinga esensi dari penciptaan
adalah suatu keteraturan dari kekacauan, dan bukan dari tidak ada menjadi ada.
4.
Keadaan bahwa semuanya baik dan pemeliharaan Allah
kepada ciptaan-Nya
a.
Barth
Tuhan
menciptakan langit dan bumi dengan baik sekali. Langit yang biasa dipandang
surga dan juga bumi semuanya adalah kepunyaan Tuhan dan semuanya sempurna.
Semuanya dijadikan seturut rencana dan maksud-Nya, sekali pun manusia jatuh ke
dalam dosa dengan pemberontakan, Allah tetap memelihara.
b.
Dyrness
Segala
sesuatu yang telah diciptakan Allah adalah baik, meskipun manusia jatuh ke
dalam dosa, hal tersebut tidak tidak menyeluruh dan tidak mengubah kebaikan
hakiki dari ciptaan. Ciptaan mencerminkan kemuliaan-Nya dan kebaikan-Nya. Dalam
konsep dan cara pandang Ibrani, kuasa Allah dalam menentukan peristiwa alam dan
segala sesuatu yang menjadi tanda tentang kebesaran-Nya. Ciptaan tidak hanya
baik, tetapi juga diciptakan untuk menyatakan kemulian-Nya.
c.
Yonky Karman
Dunia
diciptakan dengan baik dan diberkati. Kejatuhan manusia ke dalam dosa sekali
pun tidak berpengaruh sepenuhnya terhadap keadaan baik itu. Keadaan ini
menolong umat untuk mengerti Tuhan Allah ketika mereka mengalami krisis iman,
dengan menyatakan bahwa segala sesuatu yang diciptakan-Nya baik dan di bawah
pengetahuan dan kekuasaan-Nya.
C.
TEORI YANG MENENTANG PENCIPTAAN: EVOLUSI/GAP
a. Teori evolusi
Teori
ini berkembang dengan begitu pesat didasari oleh pemikiran Charles Darwin yang
menyatakan bahwa hasil dari homo sapiens
dikarenakan oleh suatu proses evolusi jutaan tahun. Induk dari manusia adalah
kera, yang mengalami perubahan genetis karena seleksi alam. Tidak semua kera
dapat menjadi manusia.
Hal
ini tentu saja bertentangan dengan ajaran Alkitab, bahwa Allah menciptakan
manusia dengan menciptakannya dari debu dan tanah serta dihembusi dengan nafas
kehidupan. Tentu saja kita harus menolak paham ini karena tidak sesuai dengan
kebenaran Alkitab, karena manusia tentu saja diciptakan oleh Tuhan dengan
guratan tangan-Nya semata. Ketika dihembusi nafas kehidupan, maka saat itu juga
manusia pertama yakni Adam, eksis sepenuhnya.
b. Gap
Teori
ini dikembangkan pertama kali oleh George H. Pember pada abad ke-19, dimana
pada kedua ayat tersebut terdapat jurang jutaan tahun. Teori ini memandang
bahwa ada gap antara Kejadian pasal 1 antara ayat pertama dengan ayat
sesudahnya. Disebutkan bahwa dalam waktu tersebut ada sebuah gap di mana
dikisahkan tentang kejatuhan Iblis dan juga eksistensi dari dinosaurus. Paham
ini berusaha untuk menghubungkan antara ilmu pengetahuan dengan Alkitab,
meskipun sebenarnya hal perihal teori ini tidak bisa diterima sama sekali.
Ayat
pertama bukanlah suatu hal terpisah yang menjelaskan ada suatu peristiwa pada
ayat tersebut dan terjadi jarak waktu yang lama dengan ayat setelahnya, tetapi ayat
pertama merupakan “synopsis” bagi ayat selanjutnya, seperti halnya dengan
penciptaan manusia pada Kejadian pasal satu yang kemudian dijelaskan secara
terperinci dan detail pada ayat kedua.
Daftar
pustaka:
1. Dyrness, William, Tema-tema Dalam Teologi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas. 2009.
2. Barth, Christoph, Teologi Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK. 2012.
3. Karman, Yonky, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. Jakarta: BPK. 2012.
4.
Evangelical
Dictionary of Biblical Theology. Michigan: Baker
Books. 1996. Editor: Walter A. Elwell.
5.
Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini vol. 1. Jakarta: YKBK. 2011.
6.
Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini vol. 2. Jakarta: YKBK. 2011.
7.
Ridenour, F., Dapatkah Alkitab Dipercaya. Jakarta: BPK.
Creatio ex nihilo itu ujung dari pertanyaan para filosof mengenai apakah alam ada awalnya atau tidak. Jika ada awalnya maka alam tercipta pada waktu tertentu dan sebelumnya tidak ada. Lalu muncul pertanyaan jika alam tercipta pada waktu tertentu, apa yg menjadi syarat syarat tertundanya terciptanya alam, mengapa tidak waktu waktu sebelumnya dan bagaimana cara menjelaskan Allah yang tanpa awal, baru mencipta alam pada waktu tertentu, mengapa tidak bersamaan dengan eksistensi Allah yg tanpa awal, sebagaimana cahaya dengan matahari. Ketika matahari ada maka cahaya akan muncul secara niscaya, tidak mungkin cahayanya tertunda jika matahari sudah ada. Mengapa alam tidak serta merta mengikuti Allah yang tanpa awal. Pertanyaan berikut nya bagaimana menjelaskan sesuatu yg wujud dari semula tidak ada? Bagaimana mungkin sesuatu yg tidak ada menjadi ada? Bagaimana mungkin alam terwujud dari ketiadaan?
ReplyDeleteDititik inilah Herbert Spencer berpendapat pertanyaan asal usul alam semesta sebagai the great unknowable..filosof yg begitu detil mengulas topik ini antara lain Al Ghazali (Tahafut Alfalasifah - kerancuan pemikiran para filosof) dan IBN Rush (averoes) Tahafut ut Tahafut ( respon atas buku Tahafut Alfalasifah). Pertanyaan pokoknya adalah apakah alam ada awalanya atau tidak. Apakah alam diciptakan atau tidak. Jika diciptakan siapa penciptanya dan bagaimana menyifati sang pencipta ? Darimana sumber pengetahuan yg valid yg menjadi dasar pijakan utk mendeskripsikan sang pencipta, suatu pemikiran atau pembuktian yg kokoh dst.