MANUSIA
SEBAGAI PENYANDANG GAMBAR ALLAH
A.
DEFINISI
a.
Christoph Barth
Manusia memperoleh
status penyandang gambar Allah karena Allah menjadikan manusia menurut gambar
dan rupa-Nya dengan tujuan adanya suatu hubungan timbal balik antara Ia dan
mahluk ciptaan-Nya. Hubungan timbale balik ini memberikan kewajiban bagi
manusia untuk bertanggung jawab atas apa yang telah diberikan Allah kepada
mereka. Manusia seutuhnya dijadikan untuk bersekutu dengan Khalik dan
sesamanya; inilah ”gambar Allah” yang ada padanya.[1]
Gambar
Allah yang ada pada diri manusia terdapat pada hubungan dan interaksi antara
mereka dengan Allah dan sesama. Manusia dibuat hampir sama dengan Allah, dan
mereka dimahkotai kemuliaan dan hormat, hal inilah yang menyatakan gambar Allah
pada diri mereka. Manusia harus memelihara ciptaan Allah, dengan rasa penuh
tanggung jawab.
b.
William Dyrness
Manusia
diciptakan menurut gambar Allah untuk mempunyai suatu hubungan khusus dengan
Allah, untuk memuliakan Allah. Manusia mencerminkan gambar Allah dan memiliki
suatu kekuasaan untuk memerintah (Kej. 1:26). Gambar menunjukkan kemiripan
antara Allah dengan ciptaan-Nya, dan kekuasaan manusia yang mencerminkan
kekuasaan Allah atas ciptaan-Nya, dan manusia harus mengusahakan ciptaan Allah
yang sudah dipercayakan kepadanya dan diberkati Allah untuk menikmati hasil
pekerjaannya.
Gambar
Allah menunjuk kepada keberadaan manusia yang berkepribadian dan bertanggung
jawab di hadapan Allah, yang pantas untuk mencerminkan Pencipta mereka dalam
pekerjaan yang mereka lakukan, serta mengenal dan mengasihi Dia dalam segala
perbuatan mereka.[2]
c.
Yonky Karman
Gambar
Allah bersifat fungsional, yakni manusia ditempatkan oleh Allah dalam bumi untuk
menunjukkan kedaulatan-Nya dengan cara menaklukan dan berkuasa atas bumi (Kej. 1:28).
Manusia memiliki relasi yang istimewa dengan Khalik karena memiliki kewajiban
untuk memelihara ciptaan dan menguasai alam.
Di sisi
lain ada tafsiran yang menyatakan bahwa gambar Allah berarti tselem atau rupa Allah dalam wujud
metafora yang harafiah. Artinya manusia merupakan representasi Allah secara
fisik. Namun dalam hal ini saya lebih setuju kepada pengertian yang pertama
mengenai gambar Allah.
d.
Charles Ryrie
Gambar
Allah mengarah kepada kemampuan mereka untuk berpikir yang ketika manusia jatuh
ke dalam dosa, gambar Allah tidak lenyap, meskipun gambar itu menjadi rusak.
Kelahiran kembali dalam Kristus lah yang memulihkan gambar diri manusia yang
rusak.
e.
Kesimpulan
Gambar dan
rupa memiliki kesamaan konsepsi dan tidak ada perbedaan karena hal tersebut
merupakan sesuatu yang sederajat. Gambar dan rupa Allah berarti manusia
diciptakan Allah untuk menjadi representasi-Nya di muka bumi yang bertugas
untuk menguasai dan mengelola hasil ciptaan-Nya di muka bumi, dan hal itulah
yang menjadi tanggung jawabnya sebagai gambar Alah. Selain itu manusia diberikan
kemampuan oleh Allah untuk dapat berkomunikasi dengan-Nya dan sesama.
B.
PROSES PENCIPTAAN: LAKI-LAKI, PEREMPUAN (PENOLONG YANG SEPADAN)
a.
Christoph Barth
Allah
berinisiatif untuk menciptakan manusia (Kej. 1:26-28) dan menciptakan manusia
laki-laki pertama, dan kemudian perempuan yang berasal dari tulang rusuk
laki-laki. Perihal Kejadian 2:4-23 tidak berarti bahwa perempuan yang
diciptakan kemudian sebagai penolong memiliki kedudukan yang lebih rendah
daripada laki-laki. Kata kerja menolong (azan)
menunjukkan bahwa penolong lebih kuat dari yang ditolong atau setidak-tidaknya
sejajar. Hanya penolong yang sepadan yang mungkin membantu.
Kejadian
1 dan 2 sepakat melihat manusia dalam bentuk laki-laki dan perempuan sebagai
mitra yang setingkat-sederajat yang hendak saling menolong, bukan dalam
keluarga saja, melainkan juga dalam masyarakat luas. Demikianlah manusia
menurut rencana Allah.[3]
b.
William Dyrness
Manusia
diciptakan untuk memerintah, baik laki-laki maupun perempuan. Allah mengambil
debu tanah untuk menciptakan manusia pertama, dan tidak mengambilnya dari hewan
yang otomatis meruntuhkan kepercayaan bahwa manusia berasal dari hewan. Manusia
diciptakan dari materi yang telah ada.
Manusia diciptakan
untuk saling mengasihi. Manusia memerlukan manusia lain untuk memenuhi
kebutuhannya akan perasaan sempurna dan lengkap. Manusia diciptakan sebagai laki-laki
dan perempuan sehingga masing-masing orang merasa tidak lengkap tanpa yang
lain, dan keduanya sama derajatnya di hadapan Allah.[4]
c.
Yonky Karman
Manusia
pertama laki-laki diciptakan lebih dulu dan kemudian perempuan dijadikan dari
tulang rusuk laki-laki (Kej. 2:21-23), meskipun kemudian manusia sama-sama
menyandang gambar Allah (Kej. 1:27).
Kehadiran
perempuan sejak pertama kali diciptakan berfungsi sebagai ezer kenegdo (Kej. 2:18, 20 yang berarti penolong yang sepadan)
sehingga dapat dilihat bahwa penggunaan kata jamak untuk manusia pada Kejadian
1:27 dimana gambar Allah adalah sama baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Perempuan sebagai penolong tidak dipandang bahwa mereka lebih rendah dari
laki-laki. Istri sejajar sebagai pendamping dan menjadi mitra bagi suaminya.
d.
Charles Ryrie
Ketika
Allah menciptakan Adam, Ia mengambil debu tanah dan menghembuskan nafas hidup
supaya menjadi mahluk hidup (Kej. 2:7). Debu tanah sebagai unsure kebendaan,
sedangkan nafas Allah sebagai yang memberikan hidup.
Secara
tersurat Charles Ryrie tidak memaparkan tentang konsep Hawa sebagai penolong
yang sepadan, namun dijelaskan bahwa ketika Iblis menawarkan buah yang
dianggapnya baik untuk dimakan ia memberikan juga buah itu kepada Adam, dengan
tujuan bahwa untuk memberikan yang lebih baik bagi Adam merupakan tanggung
jawabnya. Selain itu disebutkan bahwa Hawa juga memiliki rasional.
e.
Kesimpulan
Adam
sebagai manusia yang diciptakan pertama kali dan dibentuk melalui debu tanah
oleh Allah dan dihembusi nafas-Nya. Dan kemudian Hawa diciptakan dari tulang
rusuk Adam. Manusia menyandang status gambar Allah baik laki-laki maupun
perempuan (Kej. 1:27). Hal ini membuktikan bahwa laki-laki tidaklah lebih
superior dibandingkan dengan perempuan, sebab perempuan diciptakan sebagai
penolong yang sepadan, dan hal itu berarti harus lah ia menolong laki-laki yang
dipandang oleh Tuhan tidak baik bahwa ia seorang diri, sebab baik hewan atau
tumbuhan tidak ada yang sepadan dengan manusia.
C.
SETARA NAMUN BERBEDA (setara
dalam hal apa, berbeda dalam hal apa)
Perihal
sepadan, dapat kita pandang bahwa hal tersebut memiliki kesamaan dengan setara.
Artinya tidak ada sebuah perbedaan sebab dimana ada sebuah kesepadanan yakni tidak
ada perbedaan di antaranya. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa tidak ada
perbedaan. Namun baik manusia, laki-laki atau perempuan memiliki kesetaraan dan
perbedaan.
Manusia diciptakan sepadan baik itu laki-laki atau perempuan. Mereka
setara dalam:
1.
Kelahiran: perempuan
diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, namun laki-laki lahir dari rahim
perempuan.
2.
Tanggung jawab: baik laki-laki
maupun perempuan diciptakan dengan tanggung jawab dari Tuhan untuk beranak
cucu, serta mengelola bumi dan mengusahakannya (Kej. 1:26; 28-29).
3.
Berkat: meskipun manusia
jatuh ke dalam dosa, namun baik laki-laki ataupun perempuan tetap diberkati,
tanpa memandang bahwa Hawa yang menghasut Adam.
4.
Penyusun: terdiri dari materi
dan non materi. Memiliki jiwa, roh, hati, hati nurani, pikiran, daging, dan
kesadaran.
5.
Kejadian 1:27:
a)
Dan Allah menciptakan manusia
menurut gambar-Nya;
b)
Menurut gambar Allah
menciptakan dia;
c)
Laki-laki dan perempuan Ia
menciptakan mereka.
6.
Perkawinan: Kejadian 2:22-25
memperkenalkan perkawinan yang ideal adalah monogamy, sehingga keduanya menjadi
satu daging.
Manusia diciptakan sepadan baik itu
laki-laki atau perempuan. Namun mereka berbeda dalam perihal:
1.
Pekerjaan: Adam mengusahakan
dan memelihara taman (Kej. 2:15), yang dalam hal ini secara eksplisit menyatakan
bahwa Adam yang mengusahakan tanah. Jadi, mungkin sekali pada mulanya tanah
bukan wilayah tanggung jawab Hawa. Tanggung jawabnya berkenaan dengan anak,
sedangkan Adam berpeluh di luar.[5]
2.
Memberi nama: Adam lah yang
memberi nama binatang hutan dan burung di udara. Dalam hal ini Hawa tidak
membantu Adam, karena Hawa baru muncul setelah itu.
3.
Penciptaan: Adam diciptakan
dari debu tanah, sedangkan Hawa dari tulang rusuk Adam.
4.
Kelahiran: hanya perempuan
yang dapat melahirkan.
D. MASALAH GENDER: TEOLOGI FEMINIS
Ketika
Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, keduanya memiliki tugas untuk saling
melengkapi dan memiliki kedudukan yang sederajat. Namun setelah kejatuhan
mereka ke dalam dosa ada suatu pergeseran dari apa yang Allah kehendaki atas
mereka. Dominasi laki-laki atas perempuan tidak berakar dalam kehendak Allah,
tetapi merupakan akibat dosa.
Hal permasalahan gender ini sangat Nampak dalam PL. Bahkan sampai
kini hal-hal seperti itu masih banyak terjadi. Wanita hanya sekedar objek saja
dan tidak memiliki peran yang signifikan atau penting dalam bermasyarakat. Mereka
selalu menjadi objek, bahkan dapat diperlakukan semena-mena oleh laki-laki.
Dalam dunia dimana menjunjung tinggi patriarkhi dan peran laki-laki, maka tidak
heran perempuan hampir tidak mendapat tempat sama sekali atau bahkan
diperhitungkan baik dalam pemerintahan dan segala aspek lain dalam kehidupan.
Istilahnya perempuan hanya menjadi penggembira saja.
Hal seperti ini sebenarnya bukanlah seperti apa yang
diharapkan Tuhan. Perempuan bukanlah makhluk lemah dan bukan objek sekunder
semata namun mereka harus memperjuangkan haknya untuk memperoleh kedudukan yang
sederajat. Wanita bukanlah pelampiasan dari seks laki-laki, tetapi baik
keduanya dalam hubungan suami istri, perkara seks adalah sesuatu yang harus
berdiri sama tingginya.
Dilihat dari jaman ke jaman, dunia memang sangat dipengaruhi
oleh factor politik dimana yang kuat lah yang berkuasa. Hal inilah yang sangat
besar dikuasai oleh laki-laki seperti mencari materi, status, dan kekuasaan
yang membutuhkan sebuah kekuatan fisik dan keuletan untuk bersaing yang
biasanya sangat berkaitan erat dengan sifat maskulin. Artinya dalam hal ini
laki-laki menyetir apa yang terjadi dan wanita seolah-olah tidak dapat
melakukan apa-apa, sehingga secara otomatis mereka dijajah oleh laki-laki.
Kemudian muncullah sebuah reaksi terhadap dominasi
laki-laki dan gerakan ini disebut dengan feminisme. Menurut feminism, kualitas
feminine seperti memelihara atau pasif bukanlah sifat kodrati perempuan.[6]
Yang kuat yang berkuasa, yang lemah ditindas sehingga wilayah kekuasaan adalah
milik laki-laki. Sehingga gerakan feminism memperjuangkan perempuan untuk
diakui oleh pria dengan menggunakan kategori maskulin.[7]
Namun hal ini juga salah sebab ketika seorang wanita ingin mendominasi wanita
secara kodrat mereka telah menyalahi aturan tersebut, sebab Tuhan menciptakan
perempuan untuk melengkapi laki-laki dimana laki-laki lah yang seharusnya
bekerja. Maka hal ini perlu lebih dipandang bahwa emansipasi lebih baik
daripada feminisme.[8]
E. KEJATUHAN MANUSIA: FAKTOR PENYEBAB, DAMPAK/AKIBAT
I. Penyebab
Ketika
perempuan ditawari oleh ular tentang buah pengetahuan yang baik dan jahat, maka
dalam hatinya perempuan mulai mencurigai Allah tentang larangan-Nya tentang
memakan buah tersebut. Dalam hatinya
mulai timbul keinginan untuk menyamai Allah, dan ia tidak mau dibatasi oleh
perintah Allah. Pelanggaran terhadap
perintah Allah merupakan dosa aktif dari perempuan dimana sebagai makhluk
terbatas manusia yang diberikan keleluasaan tetap diberikan patokan, namun
mereka gagal dan jatuh ke dalam dosa.
Dosa
masuk karena suatu keputusan yang secara bebas diambil oleh Adam dan Hawa dalam
Kejadian 3. Cobaan untuk tidak menurut pada perintah Allah datang dari luar
diri mereka sendiri (ular) meski masih dalam tatanan ciptaan. Kejahatan tidak
berasal dari Allah tetapi dari kekuatan jahat yang ada di dalam tatanan
ciptaan. Sifat memikirkan diri sendiri
untuk menjadi jauh melebihi batas yang ditentukan Allah bagi mereka merupakan
akar segala dosa.
II. Dampak
a. Manusia
·
Putusnya hubungan persekutuan
antara Allah dan manusia. Badan dan jiwa manusia dibawa kepada kematian.
Setelah Adam dan Hawa mengalami pemisahan rohani maka mereka mengalami proses
pembusukan pada tubuh yang membawa pada kematian jasmani (Rom. 5:12).
·
Wanita akan hamil dengan rasa
sakit dan kesusahan begitu juga dalam kelahiran.
·
Mementingkan diri sendiri dan
menyalahkan orang lain (pembelaan Adam kepada Tuhan bahwa Hawa yang
menawarinya).
·
Pengusiran manusia dari Taman
Eden. Hal ini juga berkaitan dengan putusnya persekutuan antara Allah dan
manusia, yang berarti rusaknya gambar Allah dalam diri manusia.
·
Kecenderungan untuk berbuat
dosa.
·
Laki-laki mendominasi
perempuan (jenjang kewenangan – 1 Kor. 11:3; 14:34; Ef. 5:24-25; Tit. 2:3-5; 1
Pet. 3:1, 5-6).[9]
·
Saling membunuh, membalas
dendam.
b. Ciptaan lain
·
Hubungan antara manusia dan
binatang terganggu. Jika dahulu tumbuhan dan buah berbiji yang menjadi makanan
manusia, sekarang daging dan ikan juga menjadi makanan manusia (Kej. 9:2-3).
·
Ular akan berjalan melata
menggunakan perutnya (Kej. 3:14).
·
Permusuhan antara keturunan
iblis dan keturunan wanita (Kej. 3:15).
·
Iblis memberi penderitaan
bagi Kristus (salib), namun itulah yang menjadi kekalahan bagi iblis (Kej.
3:15).
·
Tanah dikutuk sehingga Adam
harus bersusah payah bekerja mengupayakan tanahnya (Kej. 3:17-24).
Daftar
pustaka:
1. Dyrness, William, Tema-tema Dalam Teologi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2009.
2. Barth, Christoph, Teologi Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK, 2012.
3. Karman, Yonky, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. Jakarta: BPK, 2012.
4. Ryrie, Charles, Teologi Dasar 1. Yogyakarta: ANDI, 1991.
[1]
Christoph Barth, Teologi Perjanjian Lama
1. Jakarta: BPK, 2012. Hal. 35.
[2]
William Dyrness, Tema-tema Dalam Teologi
Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas,
20009. Hal. 67-68.
[3]
Christoph Barth, Teologi Perjanjian Lama
1. Jakarta: BPK, 2012. Hal. 39.
[4]
William Dyrness, Tema-tema Dalam Teologi
Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas,
20009. Hal. 65.
[5]
Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi
Perjanjian Lama. Jakarta: BPK, 2012. Hal. 53
[6]
Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi
Perjanjian Lama. Jakarta: BPK, 2012. Hal. 71.
[7]
Ibid
[8]
Ibid
[9] Ryrie, Charles, Teologi Dasar 1. Yogyakarta: ANDI, 1991. Hal. 299.
No comments:
Post a Comment