Berikut ini saya hendak membahas eskatologi berdasarkan Surat (Kitab) Roma, yang menjadi tugas saya dalam Eksegese PB 2 sebagai mahasiswa STTBI jurusan Magister Teologi. Kiranya tulisan saya dapat menjadi berkat dan juga bahan perenungan bagi saudara sekalian.
LATAR BELAKANG KITAB ROMA
Kitab Roma ditulis
pada kurun waktu 57-59 M[1]
atau 56-58 M oleh Rasul Paulus[2]
di kota Korintus pada akhir perjalanan misinya yang ketiga, tepat sebelum ia
pergi ke Yerusalem.[3]
Kitab Roma memiliki tema utama yakni keselamatan bagi bangsa-bangsa, dan di
sisi lain ia hendak menyatakan dirinya sebagai seorang rasul. Karakteristik
kitab Roma sendiri bersifat membantah atau membetulkan, dan juga bersifat
didaktik.[4]
Jemaat Roma sendiri tidak didirikan oleh Paulus, akan tetapi oleh
orang lain yang hadir pada Hari Raya Pentakosta.[5]
Jemaat Roma sendiri sebagian besar adalah bukan orang Yahudi dimana hal ini
terlihat dari pernyataan Paulus dalam pasal 1:13, dan hanya sedikit saja yang
Yahudi. Sulit untuk melihat pembicaraan dalam 11:28-31 berbicara kepada kaum
Yahudi, sedangkan rujuan 4:1, bahwa Abraham bapa leluhur jasmani tidak mengindikasikan
jemaat Yahudi sebab ia juga menyebut orang Israel yang keluar dari Mesir
sebagai nenek moyang kita (1 Kor. 10:1).[6]
Pada umumnya, Kitab Roma ini dikatakan sebagai kitab yang paling sistematis
dan sungguh-sungguh berisi doktrin Paulus[7]
karena surat ini tidak bertujuan menjawab suatu permasalahan atau pertikaian di
dalam jemaat. Tampaknya ketika Surat Roma ditulis, Paulus dan orang-orang
Kristen disana belum mengalami penganiayaan yang berat, sebab hal ini terlihat
dari dukungan Paulus terhadap pemerintah (13:1-7), sebab tentulah ketika Paulus
dan orang-orang Kristen mengalami aniaya maka Paulus mungkin tidak akan
memberikan testimoni tersebut. Hal ini juga dipertegas oleh Donald Guthrie,
bahwa pada saat itu pemerintahan Nero sedang menegakkan hukum dan tatanan di
seluruh wilayah, sebab itulah Paulus memberi nasihat tentang pemerintah.[8]
Tampaknya kebiasaan Nero tersebut kemudian hari menjadi semakin menjadi, dan
Suetonious mencatat bahwa di kemudian hari juga ia tidak segan-segan
menjatuhkan hukuman berat, bahkan hukuman-hukuman ini banyak dijatuhkan
terutama pada orang Kristen.[9]
DEFINISI DAN ETIMOLOGI
Eskatologi berasal
dari bahasa Yunani yang adalah ἔσχατος (eskatos) yang berarti
terakhir[10] dan
juga logos yang berarti ilmu. Jadi
eskatologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai saat terakhir.
Menurut Theological
Dictionary of The New Testament, eskatologi adalah untuk menyatakan apa
yang terjadi di hari-hari akhir. Akhir dari segala sesuatu dimulai dengan
kedatangan Yesus (Ibr. 1:2). Keadaan yang sekarang merupakan suatu zaman akhir
yang telah dimulai dengan dengan pencurahan Roh Kudus di Yerusalem (Kis. 2:17),
dan dengan kedatangan para penyesat serta Anti Kristus (2 Tim. 3:1; Yak. 5:3; 2
Pet. 3:3; Yud 18; 1 Yoh. 2:18). Hari akhir juga menunggu tulah terakhir (Why.
15:1), musuh terakhir (1 Kor. 15:26), dan juga sangkakala terakhir (1 Kor.
15:52) dan juga saat terakhir berupa kebangkitan, penghakiman, dan juga
penyelamatan (Yoh. 6:39-40; 1 Pet. 1:5). Kristus adalah Adam terakhir (1 Kor.
15:45), Ia juga adalah yang awal dan yang akhir (Why. 1:17).[11]
Paulus di dalam teologinya, menyatakan hari akhir dengan
sebutan παρουσία (parousia) yang merujuk kepada kedatangan Kristus yang kedua kali.[12] Eskatologi Paulus bersifat pada teosentris yakni pada karya Allah
yang dikerjakan dalam sejarah dunia, yang diwujudkan-Nya dalam Kristus sebagai
penggenapan janji dan pusat seluruh sejarah dunia. Selain itu proses eskatologi
dalam penggenapan karya Ilahi dalam diri Kristus juga harus dipandang dari segi
keakanan yang akan terealisasi di kemudian hari.[13]
METODE PENAFSIRAN
Untuk dapat menafsirkan eskatologi, maka harus
menggunakan penafsiran nubuat. Dalam
bukunya yang berjudul Interpreting The
Scriptures, Kevin J. Conner dan Ken Malmin menjelaskan beberapa hal penting
berkaitan dengan prinsip penafsiran nubuat.[14]
Menurutnya, nubuat merupakan sesuatu yang bersifat
eskatis. Berdasarkan wujudnya, maka nubuat dibagi menjadi dua yakni pewartaan
dan pemberitahuan sebelumnya. Apabila pewartaan berfungsi untuk berbicara tentang
masa sekarang dimana nabi itu bernubuat, sedangkan aspek pemberitahuan
sebelumnya berbicara mengenai masa yang akan datang saat nabi bernubuat.
Lebih lanjut berdasarkan klasifikasinya, maka nubuat
dibagi menjadi nubuat lokal, nubuat nasib bangsa, dan nubuat mesianis. Nubuat lokal
berbicara mengenai generasi mereka sendiri, nasib bangsa berbicara mengenai
sejarah masa depan bangsa-bangsa, dan nubuat mesianis berbicara mengenai
Kristus.
Nubuat mesianis sendiri dibagi menjadi tiga bagian yakni,
nubuat mengenai kedatangan Yesus pertama kali, yakni inkarnasinya sebagai
manusia, nubuat mengenai jemaat yakni penderitaan Mesias, dan kemuliaan jemaat.
Sedangkan yang terakhir adalah berbicara mengenai kedatangan Kristus yang kedua
kali, yakni nubuat yang berbicara tentang kembalinya kristus untuk
menyelesaikan kedatangan pertama-Nya.
Oleh karena itu apabila unsur-unsur dalam penafsiran
nubuat mengacu kepada beberapa aspek, namun untuk menafsir aspek eskatologis
dari Kitab Roma, tidak lagi berbicara mengenai nubuat mengenai kedatangan
Mesias dalam wujud inkarnasi Yesus, sebab orang Kristen percaya bahwa harapan
ini telah terwujud ketika Kitab Roma ditulis, dan harapan ini telah terpenuhi
dan hal ini tampak dengan keyakinan para penulis PB untuk menafsir ayat-ayat PL
yang mencatat nubuat Mesianik.[15]
Namun hal ini hanya berbicara mengenai dua hal yakni
mengenai kemuliaan jemaat di masa yang akan datang, dan juga kedatangan Kristus
kali kedua sebagai suatu keadaan keakanan, dan kondisi-kondisi yang menyertai
pada kedatangan Kristus yang kedua. Saya membatasi penafsiran eskatologi Roma hanya
pada kedua hal ini saja.
Dalam penggunaan Alkitab berbahasa Yunani, saya
menggunakan Nestle Aland edisi ke-27, yang terdapat di dalam Bible Works 9 dengan kode BNT.
PENAFSIRAN
A. Kemuliaan Jemaat: Kemuliaan yang akan datang
Kepercayaan Paulus tentang adanya kebangkitan tubuh
jelas secara jelas dinyatakan olehnya (7:24-25). Kata ῥύσεται (hrusetai)
yang memiliki bentuk future middle indicative, untuk menyatakan keselamatan
dirinya[16]
(Paulus) adalah sebuah aspek keakanan yang akan diterima Paulus ketika Kristus
kembali. Tentu saja hal ini merupakan harapan Paulus akan adanya tubuh
kemuliaan (1 Kor. 15:40). Apabila di dalam 1 Kor. 15:40, Paulus menggunakan
kata tubuh duniawi dengan σώματα ἐπίγεια (somata epigeia),[17] maka
dalam Roma, Paulus menggunakan istilah σώματος τοῦ θανάτου (somatos tou thanatou) yang berarti tubuh milik kematian.[18] Dan
kedua hal ini adalah sesuatu yang sama, sebab baik tubuh duniawi, maupun tubuh
kematian, keduanya adalah hal yang fana, dan sungguh betapa Paulus mengharapkan
bahwa ia mengalami pembebasan dari tubuh yang fana (8:23).
Menurut Baur (seorang beraliran Tubingen) yang
terpengaruh filsafat Hegel, dan juga menurut penafsiran liberal, menyatakan
adanya antithesis antara daging dan roh. Dikatakan bahwa Paulus berusaha untuk
membedakan antara mahkota yang akan diperoleh dan akan dilepaskan dari tubuh
yang fana. Filsafat mengenai dualisme ini membuat Paulus seakan-akan menganut
filsafat Plato yang menekankan bahwa tubuh jasmani adalah sesuatu yang jahat,
sehingga menurut Baur dan juga aliran Liberal, filsafat dari Paulus ini
didasari pada pemikiran helenistik nya.[19]
Akan tetapi jelas lah bahwa teologi Paulus mengenai
tubuh kemuliaan ini tidak berangkat dari filsafat Yunani atau Plato, tetapi hal
tersebut berangkat dari pemikiran dan harapannya akan kedatangan Kristus. Atau
yang lebih dekat adalah ia lebih mungkin untuk terpengaruh dengan kepercaya
Yudaisme nya, mengingat ia merupakan seorang dari golongan Farisi (Flp. 3:5),
dan bahwa di hadapan Mahkamah Agama, ia menyatakan akan pengharapan kebangkitan
dari antara orang mati (Kis. 23:6).
Pengharapan mengenai kebangkitan tubuh ini begitu
jelas dinyatakan oleh Paulus dalam 8:18-30. Paulus begitu mengharapkan akan
kedatangan parousia dan hal itu
tampak menjadi begitu jelas dengan kerinduannya pada hari Tuhan (8:19). Saya
melihat bahwa kerinduan Paulus ini membuat Paulus seolah merasa bahwa aspek
eskatologi dari parousia itu begitu
dekat, dan ia sungguh mengharapkan agar hal itu untuk segera terjadi. Dan bahwa
dalam 8:23, begitu jelas bahwa Paulus sungguh menantikan parousia tersebut, dimana pada hari itulah, orang percaya akan
mengalami kemuliaan dari pembebasan tubuh. Parousia
ini tentu tidak berbicara mengenai kematian Paulus secara individu,
sehingga setelah kematiannya ia terbebas dari tubuh yang fana, akan tetapi
adanya pengharapan bahwa pada hari Tuhan, orang percaya akan mendapatkan tubuh
kemuliaan. Sebab pernyataan kemuliaan itu akan dinyatakan Allah pada suatu hari
saat anak-anak Allah akan dinyatakan dan diberikan kemuliaan (8:18-19).
Aspek kemuliaan ini dinyatakan oleh Paulus dalam
9:33, bahwa yang percaya dan beriman kepada Kristus tidak akan dipermalukan. Kata “tidak akan dipermalukan” οὐ καταισχυνθήσεται (ou
kataiskunthesetai) memiliki bentuk future passive indicative yang berarti
bahwa orang percaya sebagai subjek, tidak akan mendapat malu.[20]
Tentu ini merupakan aspek dari kemuliaan jemaat itu sendiri, bahwa pada parousia, orang percaya tidak akan
mendapat malu oleh karena iman kepada Yesus Kristus (8:30).
B. Kedatangan Kristus kali kedua: Allah Yang
Menghakimi
Di dalam Kitab Roma, secara jelas Rasul Paulus
menerangkannya bahwa Allah akan menghakimi di kemudian hari. Berbicara mengenai
kedatangan Kristus kali kedua maka tidak akan terlepas dari penghakiman Allah, dan
juga daripada pembalasan-Nya (12:19). Penghakiman di dalam Kitab Roma tampak
sangat jelas di dalam 2:1-16; 3:9-20; sedangkan dalam beberapa bagian yang
lebih kecil di dalam 12:19; 14:10-12.
Penghakiman Allah terjadi dalam dua tahap, yaitu
penghakiman pada masa kini yakni di dunia, dan penghakiman pada saat yang
terakhir. Dalam 2:2, terlihat bahwa penghakiman Allah terjadi juga dari dahulu
dan hingga sekarang sebelum kedatangan-Nya kembali. Hal ini terlihat dalam
penggunaan kata ἐστιν (estin) yang berbentuk present merujuk kepada
penghakiman Allah yang berlangsung[21]
saat itu juga terhadap orang yang melakukan tindakan melawan Allah (1:18-32). Hal
ini pun didukung oleh pendapat Leon Morris, bahwa Allah menghakimi pada masa
kini, dengan tujuan Allah mendidik umat-Nya supaya anak-anak-Nya tidak dihukum
bersama dengan dunia.[22]
Akan tetapi hal ini juga memiliki aspek futuristik
di dalamnya, dimana siapapun manusia yang melakukan hal tersebut akan mendapatkan
penghukuman Allah. Dalam hal ini secara tegas Paulus hendak menyampaikan bahwa
pekerjaan di dalam Taurat tidaklah menyelamatkan seseorang, dan hal ini juga
kemudian akan dibahasnya dalam bagian-bagian selanjutnya. Begitu juga halnya,
tanpa terkecuali kedurjanaan manusia (1:18-32) tidak dapat dilepaskan dari
tanggung jawab sekalipun itu dikerjakan oleh orang Kristen. Paulus menekankan
pentingnya sunat secara rohaniah (2:29), dan menyalahkan keyahudian yang
terlalu memegahkan Taurat (2:32).
Allah adalah Allah yang bersabar, akan tetapi
kesabaran Allah tidaklah bisa dianggap lalu begitu saja, sebab seseorang
haruslah sungguh-sungguh bertobat. Tentu hal ini mengacu kepada kepercayaan
kepada Yesus Kristus, dan bukan kepada ketaatan terhadap Taurat maupun terhadap
kepercayaan yang dahulu sebelum mengenal Kristus (1:28).
Allah akan membalas setiap orang menurut
perbuatannya, dan memberikan kehidupan kekal bagi yang taat mengerjakan
perbuatan baik, hidup dalam hormat, dan melakukan tindakan yang bermoral di hadapan
Allah, akan tetapi hukuman bagi mereka yang melakukan sebaliknya (2:5-8).
Tentu saja dalam pasal 2 ini Paulus hendak berbicara
mengenai kepercayaan terhadap Kristus, namun di sisi lain ada juga Paulus
berbicara mengenai mengerjakan kebenaran setelah percaya kepada Yesus. Paulus
menekankan pentingnya seseorang Kristen untuk hidup secara bertanggung jawab,
dan hal ini sangat tampak jelas di dalam pasal ini akan adanya esensi
mengerjakan kebenaran, dan bukan melalaikannya. Allah akan menghakimi melalui
Anak-Nya, yakni Yesus Kristus yang mengetahui hati manusia dan apa yang ada di
dalamnya (2:16) dan akan melakukan penghakiman. Orang Kristen tidak dapat
melalaikan tanggung jawab moral yang harus diemban, dan pesan ini sangat kuat
dalam pesan eskatologi Rasul Paulus.
Allah akan menghakimi dunia secara adil, sebab di
dalam kebenaran-Nya dan murka-Nya (3:6). Pernyataan bahwa tidak seorang pun
dinyatakan benar oleh Allah di hadapan-Nya karena melakukan Taurat (3:20). Kata
οὐ δικαιωθήσεται (ou dikaiothesetai) yang memiliki bentuk
future passive indicative, menyatakan secara jelas bahwa seseorang tidak akan
dinyatakan benar sebagai suatu yang sungguh-sungguh terjadi.[23] Maka
sangat jelas bahwa aspek pembenaran yang dikerjakan oleh Kristus memiliki aspek
futuristik yang sangat penting sebagai pembenaran yang akan menyelamatkan orang
percaya pada hari terakhir. Karya Kristus yang akan diselesaikan pada
kedatangan-Nya yang kedua kali, akan menyelesaikan dan melengkapi aspek
pembenaran terhadap orang percaya ini.
Aspek
pembenaran ini juga sangat identik dengan apa yang kemudian dikatakan oleh
Paulus dalam sebagian besar pasal kelima kitab ini. Bahwa oleh karena kasih
karunia tersebut orang percaya beroleh pengharapan akan menerima kemuliaan dari
Allah (5:2). Kata ἐλπίς (elpis)
yang memiliki arti pengharapan adalah sesuatu yang akan diterima di masa yang
akan datang. Pengharapan ini sendiri tidak berarti Paulus mengandai-andaikan
bahwa ia akan menerima kemuliaan yang akan diberikan kepada dirinya, akan
tetapi pengharapan yang berarti suatu keadaan yang menanti-nanti, dan hal ini
juga tampak secara sangat jelas dalam pengharapan Paulus akan kedatangan Yesus
secara segera dalam sebuah aspek eskatologis yang dekat dalam sudut pandang
penulis.
Melalui pembenaran yang telah dikerjakan inilah,
maka orang percaya akan diselamatkan dari murka Allah yang akan datang, yakni
pada kedatangan anak-Nya yang kedua kali. Kata σωθησομεθα (sothesometha) yang memiliki bentuk future passive indicative mengungkapkan
bahwa karya penyelamatan pada hari akhir akan Allah lakukan kepada orang
percaya, dari murka yang akan datang.[24]
Orang percaya akan diselamatkan dari murka yang akan datang, oleh karena
pembenaran melalui darah Kristus (5:9).
Pembalasan Allah tampak jelas di dalam 12:19, dengan
menggunakan kata ἀνταποδώσω (antapodoso), dengan bentuk future
active indicative sebagai suatu kegiatan pembalasan yang akan
sungguh-sungguh dilakukan oleh Allah pada masa yang akan datang.[25] Masa
penghakiman Allah tidak dapat dilepaskan daripada pembalasan yang akan
dikerjakan oleh Allah sendiri terhadap orang yang melakukan kejahatan
(12:17-21).
Pengadilan adalah milik Allah,
dan akan menghadapi tahta pengadilan Allah, dan di tahta pengadilan Allah harus
mempertanggung jawabkan diri di hadapan-Nya (14:10-12). Ada yang menarik dalam
hal ini, yaitu ketika Rasul Paulus berbicara sebelumnya bahwa semua orang akan
mengalami penghakiman Allah, maka dalam hal ini Rasul Paulus tampaknya hendak
berbicara secara particular terhadap kelompok atau kalangan Kristen itu
sendiri. Kata ἕκαστος ἡμῶν (hekastos hemon) yang memiliki arti every each of us[26] mengacu kepada
Paulus dan juga kelompok Kristen pada saat itu yang berarti penerima Surat
Roma. Rasul Paulus tampaknya hendak menekankan kepada jemaat Roma, bahwa
penghakiman Allah, bukan hanya saja akan menimpa orang lain, tetapi terutama
juga orang-orang percaya. Paulus memperingatkan kepada para jemaat Roma agar
memiliki sikap moral yang benar, dalam rangka mempertanggungjawabkan
tindakannya pada hari penghakiman.
Terdapat sebuah keunikan di sini, yakni dalam
terjemahan KJV (King James Version), kata penghakiman Allah menjadi penghakiman
Kristus.[27] Mengacu kepada codex
Sinaiticus dan juga codex Vaticanus,[28]
penyematan penghakiman itu sendiri adalah lebih tepat menjadi milik dari Allah.
Maka berdasarkan prinsip formgeschichte,
teks yang lebih tepat adalah pengadilan tersebut merupakan milik Allah.
Apabila di dalam Kitab Roma, Paulus memberikan
gambaran jelas tentang penghakiman sebagai atribut dari Allah, tetapi di dalam
2 Tim. 4:8, Paulus menyematkan kata hakim kepada Yesus. Penggunaan kata kurios yang berarti tuan atau Tuhan,
biasa digunakan Paulus pada diri Yesus dan bukan pada Allah Bapa. Tampaknya
jelas bahwa penghakiman yang merupakan atribut pada diri Allah, dan Allah sendiri
sebagai penggagas penghakiman ini, namun Yesus Kristus akan menjadi hakim yang kemudian
akan mengadili. Hal ini pun diamini oleh perkataan Yesus yang dicatat oleh
Rasul Yohanes, bahwa menjadi sangat jelas di dalam Injilnya yakni Yoh. 5:22,
bahwa Bapa menyerahkan penghakiman itu sendiri kepada diri-Nya.
Daftar Pustaka:
1.
C.
Tenney, M., Survei Perjanjian Baru.
Malang: Gandum Mas, 2003.
2.
Guthrie,
D., Pengantar Perjanjian Baru 2. Surabaya:
Momentum, 2010.
3.
Utley,
B., The Gospel According to Paul – Romans.
Texas: Bibles Lessons International, 1998.
4.
Graves,
R., Suetonius: Dua Belas Kaisar. Jakarta:
Kompas Gramedia, 2012.
5.
Theological
Dictionary of The New Testament vol. 2. Michigan: W. M. B. Eerdmans Publishing
Company, 1995. Ed.
Gerhard Kittel, penerjemah Geoffrey W. Bromiley.
6.
Theological
Dictionary of The New Testament vol. 5. Michigan: W. M. B. Eerdmans Publishing
Company, 1968. Ed.
Gerhard Kittel, penerjemah Geoffrey W. Bromiley.
7.
J.
Conner, K., dan Malmin, K., Interpreting
The Scriptures. Malang: Gandum Mas, 2004.
8.
Sutanto,
H., Hermeneutik: Prinsip dan Metode
Penafsiran Alkitab. Malang:
Literatur SAAT, 2011.
9.
Morris,
L., Survei Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 2006.
10. Ridderbos, H., Paul: An Outline of His Theology. Michigan:
Wm. B. Eerdmans Publishing, 1997.
11. Bible Works 9.
[1] Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru 2 (Surabaya:
Momentum, 2010), 5.
[2] Paulus adalah penulis dari Surat
Roma, hal ini tampak jelas dalam salamnya di dalam Roma 1:1, dan sekalipun
Paulus mengalami rabun, adalah mungkin ia menggunakan seorang sekretaris yang
bernama Tertius (Rom. 16:22). Bob Utley, The
Gospel According to Paul - Romans (Texas: Bibles Lessons International,
1998), 1.
[3] Bob Utley, 1.
[4] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum
Mas, 2003), 376.
[5] Merrill C. Tenney, 375.
[6] Donald Guthrie, 3.
[7] Bob Utley, 1
[8] Donald Guthrie, 5.
[9] Robert Graves, Suetonius: Dua Belas Kaisar (Jakarta:
Kompas Gramedia, 2012), 326.
[10] Strong Data for “last”, Bible Works 9
[11] “ἔσχατος“
dalam Theological Dictionary of The New Testament
vol. 2 (Michigan: Wm. B. Eerdmans
Publishing Company, 1995), 265.
[12] “παρουσία” dalam Theological Dictionary of The New Testament vol. 5
(Michigan: Wm B.
Eerdmans Publishing Company, 1968), 792.
[13] Herman Ridderbos, Paul: An Outline of His Theology (Michigan:
Wm. B. Eerdmans Publishing, 1997), 51-52.
[14] Kevin J. Conner dan Ken Malmin, Interpreting The Scriptures (Malang:
Gandum Mas, 2004), 301-333.
[15] Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran
Alkitab (Malang: Literatur SAAT, 2011), 403.
[19] Herman Ridderbos, 16-22.
[27] Dalam terjemahan KJV, digunakan
kata “of Christ” dan melihat teks dalam BYZ (Byzantine Text Form), juga
menggunakan kata τοῦ χριστοῦ (tou kristou).
[28] Berturut-turut kode yang
digunakan adalah M-01A dan M-02A, Bible
Works 9.
No comments:
Post a Comment