Sunday, August 7, 2016

Eskatologi Surat Roma: penghakiman Allah dan kemuliaan orang percaya

Berikut ini saya hendak membahas eskatologi berdasarkan Surat (Kitab) Roma, yang menjadi tugas saya dalam Eksegese PB 2 sebagai mahasiswa STTBI jurusan Magister Teologi. Kiranya tulisan saya dapat menjadi berkat dan juga bahan perenungan bagi saudara sekalian.

LATAR BELAKANG KITAB ROMA
            Kitab Roma ditulis pada kurun waktu 57-59 M[1] atau 56-58 M oleh Rasul Paulus[2] di kota Korintus pada akhir perjalanan misinya yang ketiga, tepat sebelum ia pergi ke Yerusalem.[3] Kitab Roma memiliki tema utama yakni keselamatan bagi bangsa-bangsa, dan di sisi lain ia hendak menyatakan dirinya sebagai seorang rasul. Karakteristik kitab Roma sendiri bersifat membantah atau membetulkan, dan juga bersifat didaktik.[4]
Jemaat Roma sendiri tidak didirikan oleh Paulus, akan tetapi oleh orang lain yang hadir pada Hari Raya Pentakosta.[5] Jemaat Roma sendiri sebagian besar adalah bukan orang Yahudi dimana hal ini terlihat dari pernyataan Paulus dalam pasal 1:13, dan hanya sedikit saja yang Yahudi. Sulit untuk melihat pembicaraan dalam 11:28-31 berbicara kepada kaum Yahudi, sedangkan rujuan 4:1, bahwa Abraham bapa leluhur jasmani tidak mengindikasikan jemaat Yahudi sebab ia juga menyebut orang Israel yang keluar dari Mesir sebagai nenek moyang kita (1 Kor. 10:1).[6]
Pada umumnya, Kitab Roma ini dikatakan sebagai kitab yang paling sistematis dan sungguh-sungguh berisi doktrin Paulus[7] karena surat ini tidak bertujuan menjawab suatu permasalahan atau pertikaian di dalam jemaat. Tampaknya ketika Surat Roma ditulis, Paulus dan orang-orang Kristen disana belum mengalami penganiayaan yang berat, sebab hal ini terlihat dari dukungan Paulus terhadap pemerintah (13:1-7), sebab tentulah ketika Paulus dan orang-orang Kristen mengalami aniaya maka Paulus mungkin tidak akan memberikan testimoni tersebut. Hal ini juga dipertegas oleh Donald Guthrie, bahwa pada saat itu pemerintahan Nero sedang menegakkan hukum dan tatanan di seluruh wilayah, sebab itulah Paulus memberi nasihat tentang pemerintah.[8] Tampaknya kebiasaan Nero tersebut kemudian hari menjadi semakin menjadi, dan Suetonious mencatat bahwa di kemudian hari juga ia tidak segan-segan menjatuhkan hukuman berat, bahkan hukuman-hukuman ini banyak dijatuhkan terutama pada orang Kristen.[9]
DEFINISI DAN ETIMOLOGI
            Eskatologi berasal dari bahasa Yunani yang adalah ἔσχατος (eskatos) yang berarti terakhir[10] dan juga logos yang berarti ilmu. Jadi eskatologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai saat terakhir.
Menurut Theological Dictionary of The New Testament, eskatologi adalah untuk menyatakan apa yang terjadi di hari-hari akhir. Akhir dari segala sesuatu dimulai dengan kedatangan Yesus (Ibr. 1:2). Keadaan yang sekarang merupakan suatu zaman akhir yang telah dimulai dengan dengan pencurahan Roh Kudus di Yerusalem (Kis. 2:17), dan dengan kedatangan para penyesat serta Anti Kristus (2 Tim. 3:1; Yak. 5:3; 2 Pet. 3:3; Yud 18; 1 Yoh. 2:18). Hari akhir juga menunggu tulah terakhir (Why. 15:1), musuh terakhir (1 Kor. 15:26), dan juga sangkakala terakhir (1 Kor. 15:52) dan juga saat terakhir berupa kebangkitan, penghakiman, dan juga penyelamatan (Yoh. 6:39-40; 1 Pet. 1:5). Kristus adalah Adam terakhir (1 Kor. 15:45), Ia juga adalah yang awal dan yang akhir (Why. 1:17).[11]
Paulus di dalam teologinya, menyatakan hari akhir dengan sebutan παρουσία (parousia) yang merujuk kepada kedatangan Kristus yang kedua kali.[12] Eskatologi Paulus bersifat pada teosentris yakni pada karya Allah yang dikerjakan dalam sejarah dunia, yang diwujudkan-Nya dalam Kristus sebagai penggenapan janji dan pusat seluruh sejarah dunia. Selain itu proses eskatologi dalam penggenapan karya Ilahi dalam diri Kristus juga harus dipandang dari segi keakanan yang akan terealisasi di kemudian hari.[13]

METODE PENAFSIRAN  
Untuk dapat menafsirkan eskatologi, maka harus menggunakan penafsiran  nubuat. Dalam bukunya yang berjudul Interpreting The Scriptures, Kevin J. Conner dan Ken Malmin menjelaskan beberapa hal penting berkaitan dengan prinsip penafsiran nubuat.[14]
Menurutnya, nubuat merupakan sesuatu yang bersifat eskatis. Berdasarkan wujudnya, maka nubuat dibagi menjadi dua yakni pewartaan dan pemberitahuan sebelumnya. Apabila pewartaan berfungsi untuk berbicara tentang masa sekarang dimana nabi itu bernubuat, sedangkan aspek pemberitahuan sebelumnya berbicara mengenai masa yang akan datang saat nabi bernubuat.
Lebih lanjut berdasarkan klasifikasinya, maka nubuat dibagi menjadi nubuat lokal, nubuat nasib bangsa, dan nubuat mesianis. Nubuat lokal berbicara mengenai generasi mereka sendiri, nasib bangsa berbicara mengenai sejarah masa depan bangsa-bangsa, dan nubuat mesianis berbicara mengenai Kristus.
Nubuat mesianis sendiri dibagi menjadi tiga bagian yakni, nubuat mengenai kedatangan Yesus pertama kali, yakni inkarnasinya sebagai manusia, nubuat mengenai jemaat yakni penderitaan Mesias, dan kemuliaan jemaat. Sedangkan yang terakhir adalah berbicara mengenai kedatangan Kristus yang kedua kali, yakni nubuat yang berbicara tentang kembalinya kristus untuk menyelesaikan kedatangan pertama-Nya.
Oleh karena itu apabila unsur-unsur dalam penafsiran nubuat mengacu kepada beberapa aspek, namun untuk menafsir aspek eskatologis dari Kitab Roma, tidak lagi berbicara mengenai nubuat mengenai kedatangan Mesias dalam wujud inkarnasi Yesus, sebab orang Kristen percaya bahwa harapan ini telah terwujud ketika Kitab Roma ditulis, dan harapan ini telah terpenuhi dan hal ini tampak dengan keyakinan para penulis PB untuk menafsir ayat-ayat PL yang mencatat nubuat Mesianik.[15]
Namun hal ini hanya berbicara mengenai dua hal yakni mengenai kemuliaan jemaat di masa yang akan datang, dan juga kedatangan Kristus kali kedua sebagai suatu keadaan keakanan, dan kondisi-kondisi yang menyertai pada kedatangan Kristus yang kedua. Saya membatasi penafsiran eskatologi Roma hanya pada kedua hal ini saja.
Dalam penggunaan Alkitab berbahasa Yunani, saya menggunakan Nestle Aland edisi ke-27, yang terdapat di dalam Bible Works 9 dengan kode BNT.


PENAFSIRAN
A. Kemuliaan Jemaat: Kemuliaan yang akan datang
Kepercayaan Paulus tentang adanya kebangkitan tubuh jelas secara jelas dinyatakan olehnya (7:24-25). Kata ῥύσεται (hrusetai) yang memiliki bentuk future middle indicative, untuk menyatakan keselamatan dirinya[16] (Paulus) adalah sebuah aspek keakanan yang akan diterima Paulus ketika Kristus kembali. Tentu saja hal ini merupakan harapan Paulus akan adanya tubuh kemuliaan (1 Kor. 15:40). Apabila di dalam 1 Kor. 15:40, Paulus menggunakan kata tubuh duniawi dengan σώματα ἐπίγεια (somata epigeia),[17] maka dalam Roma, Paulus menggunakan istilah σώματος τοῦ θανάτου (somatos tou thanatou) yang berarti tubuh milik kematian.[18] Dan kedua hal ini adalah sesuatu yang sama, sebab baik tubuh duniawi, maupun tubuh kematian, keduanya adalah hal yang fana, dan sungguh betapa Paulus mengharapkan bahwa ia mengalami pembebasan dari tubuh yang fana (8:23).
Menurut Baur (seorang beraliran Tubingen) yang terpengaruh filsafat Hegel, dan juga menurut penafsiran liberal, menyatakan adanya antithesis antara daging dan roh. Dikatakan bahwa Paulus berusaha untuk membedakan antara mahkota yang akan diperoleh dan akan dilepaskan dari tubuh yang fana. Filsafat mengenai dualisme ini membuat Paulus seakan-akan menganut filsafat Plato yang menekankan bahwa tubuh jasmani adalah sesuatu yang jahat, sehingga menurut Baur dan juga aliran Liberal, filsafat dari Paulus ini didasari pada pemikiran helenistik nya.[19]
Akan tetapi jelas lah bahwa teologi Paulus mengenai tubuh kemuliaan ini tidak berangkat dari filsafat Yunani atau Plato, tetapi hal tersebut berangkat dari pemikiran dan harapannya akan kedatangan Kristus. Atau yang lebih dekat adalah ia lebih mungkin untuk terpengaruh dengan kepercaya Yudaisme nya, mengingat ia merupakan seorang dari golongan Farisi (Flp. 3:5), dan bahwa di hadapan Mahkamah Agama, ia menyatakan akan pengharapan kebangkitan dari antara orang mati (Kis. 23:6).
Pengharapan mengenai kebangkitan tubuh ini begitu jelas dinyatakan oleh Paulus dalam 8:18-30. Paulus begitu mengharapkan akan kedatangan parousia dan hal itu tampak menjadi begitu jelas dengan kerinduannya pada hari Tuhan (8:19). Saya melihat bahwa kerinduan Paulus ini membuat Paulus seolah merasa bahwa aspek eskatologi dari parousia itu begitu dekat, dan ia sungguh mengharapkan agar hal itu untuk segera terjadi. Dan bahwa dalam 8:23, begitu jelas bahwa Paulus sungguh menantikan parousia tersebut, dimana pada hari itulah, orang percaya akan mengalami kemuliaan dari pembebasan tubuh. Parousia ini tentu tidak berbicara mengenai kematian Paulus secara individu, sehingga setelah kematiannya ia terbebas dari tubuh yang fana, akan tetapi adanya pengharapan bahwa pada hari Tuhan, orang percaya akan mendapatkan tubuh kemuliaan. Sebab pernyataan kemuliaan itu akan dinyatakan Allah pada suatu hari saat anak-anak Allah akan dinyatakan dan diberikan kemuliaan (8:18-19).
Aspek kemuliaan ini dinyatakan oleh Paulus dalam 9:33, bahwa yang percaya dan beriman kepada Kristus tidak akan dipermalukan. Kata “tidak akan dipermalukan” οὐ καταισχυνθήσεται (ou kataiskunthesetai) memiliki bentuk future passive indicative yang berarti bahwa orang percaya sebagai subjek, tidak akan mendapat malu.[20] Tentu ini merupakan aspek dari kemuliaan jemaat itu sendiri, bahwa pada parousia, orang percaya tidak akan mendapat malu oleh karena iman kepada Yesus Kristus (8:30).

B. Kedatangan Kristus kali kedua: Allah Yang Menghakimi
Di dalam Kitab Roma, secara jelas Rasul Paulus menerangkannya bahwa Allah akan menghakimi di kemudian hari. Berbicara mengenai kedatangan Kristus kali kedua maka tidak akan terlepas dari penghakiman Allah, dan juga daripada pembalasan-Nya (12:19). Penghakiman di dalam Kitab Roma tampak sangat jelas di dalam 2:1-16; 3:9-20; sedangkan dalam beberapa bagian yang lebih kecil di dalam 12:19; 14:10-12.
Penghakiman Allah terjadi dalam dua tahap, yaitu penghakiman pada masa kini yakni di dunia, dan penghakiman pada saat yang terakhir. Dalam 2:2, terlihat bahwa penghakiman Allah terjadi juga dari dahulu dan hingga sekarang sebelum kedatangan-Nya kembali. Hal ini terlihat dalam penggunaan kata ἐστιν (estin) yang berbentuk present merujuk kepada penghakiman Allah yang berlangsung[21] saat itu juga terhadap orang yang melakukan tindakan melawan Allah (1:18-32). Hal ini pun didukung oleh pendapat Leon Morris, bahwa Allah menghakimi pada masa kini, dengan tujuan Allah mendidik umat-Nya supaya anak-anak-Nya tidak dihukum bersama dengan dunia.[22]
Akan tetapi hal ini juga memiliki aspek futuristik di dalamnya, dimana siapapun manusia yang melakukan hal tersebut akan mendapatkan penghukuman Allah. Dalam hal ini secara tegas Paulus hendak menyampaikan bahwa pekerjaan di dalam Taurat tidaklah menyelamatkan seseorang, dan hal ini juga kemudian akan dibahasnya dalam bagian-bagian selanjutnya. Begitu juga halnya, tanpa terkecuali kedurjanaan manusia (1:18-32) tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab sekalipun itu dikerjakan oleh orang Kristen. Paulus menekankan pentingnya sunat secara rohaniah (2:29), dan menyalahkan keyahudian yang terlalu memegahkan Taurat (2:32).
Allah adalah Allah yang bersabar, akan tetapi kesabaran Allah tidaklah bisa dianggap lalu begitu saja, sebab seseorang haruslah sungguh-sungguh bertobat. Tentu hal ini mengacu kepada kepercayaan kepada Yesus Kristus, dan bukan kepada ketaatan terhadap Taurat maupun terhadap kepercayaan yang dahulu sebelum mengenal Kristus (1:28).
Allah akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, dan memberikan kehidupan kekal bagi yang taat mengerjakan perbuatan baik, hidup dalam hormat, dan melakukan tindakan yang bermoral di hadapan Allah, akan tetapi hukuman bagi mereka yang melakukan sebaliknya (2:5-8).
Tentu saja dalam pasal 2 ini Paulus hendak berbicara mengenai kepercayaan terhadap Kristus, namun di sisi lain ada juga Paulus berbicara mengenai mengerjakan kebenaran setelah percaya kepada Yesus. Paulus menekankan pentingnya seseorang Kristen untuk hidup secara bertanggung jawab, dan hal ini sangat tampak jelas di dalam pasal ini akan adanya esensi mengerjakan kebenaran, dan bukan melalaikannya. Allah akan menghakimi melalui Anak-Nya, yakni Yesus Kristus yang mengetahui hati manusia dan apa yang ada di dalamnya (2:16) dan akan melakukan penghakiman. Orang Kristen tidak dapat melalaikan tanggung jawab moral yang harus diemban, dan pesan ini sangat kuat dalam pesan eskatologi Rasul Paulus.
Allah akan menghakimi dunia secara adil, sebab di dalam kebenaran-Nya dan murka-Nya (3:6). Pernyataan bahwa tidak seorang pun dinyatakan benar oleh Allah di hadapan-Nya karena melakukan Taurat (3:20). Kata οὐ δικαιωθήσεται (ou dikaiothesetai) yang memiliki bentuk future passive indicative, menyatakan secara jelas bahwa seseorang tidak akan dinyatakan benar sebagai suatu yang sungguh-sungguh terjadi.[23] Maka sangat jelas bahwa aspek pembenaran yang dikerjakan oleh Kristus memiliki aspek futuristik yang sangat penting sebagai pembenaran yang akan menyelamatkan orang percaya pada hari terakhir. Karya Kristus yang akan diselesaikan pada kedatangan-Nya yang kedua kali, akan menyelesaikan dan melengkapi aspek pembenaran terhadap orang percaya ini.
            Aspek pembenaran ini juga sangat identik dengan apa yang kemudian dikatakan oleh Paulus dalam sebagian besar pasal kelima kitab ini. Bahwa oleh karena kasih karunia tersebut orang percaya beroleh pengharapan akan menerima kemuliaan dari Allah (5:2). Kata ἐλπίς (elpis) yang memiliki arti pengharapan adalah sesuatu yang akan diterima di masa yang akan datang. Pengharapan ini sendiri tidak berarti Paulus mengandai-andaikan bahwa ia akan menerima kemuliaan yang akan diberikan kepada dirinya, akan tetapi pengharapan yang berarti suatu keadaan yang menanti-nanti, dan hal ini juga tampak secara sangat jelas dalam pengharapan Paulus akan kedatangan Yesus secara segera dalam sebuah aspek eskatologis yang dekat dalam sudut pandang penulis.
Melalui pembenaran yang telah dikerjakan inilah, maka orang percaya akan diselamatkan dari murka Allah yang akan datang, yakni pada kedatangan anak-Nya yang kedua kali. Kata σωθησομεθα (sothesometha) yang memiliki bentuk future passive indicative mengungkapkan bahwa karya penyelamatan pada hari akhir akan Allah lakukan kepada orang percaya, dari murka yang akan datang.[24] Orang percaya akan diselamatkan dari murka yang akan datang, oleh karena pembenaran melalui darah Kristus (5:9).
Pembalasan Allah tampak jelas di dalam 12:19, dengan menggunakan kata ἀνταποδώσω (antapodoso), dengan bentuk future active indicative sebagai suatu kegiatan pembalasan yang akan sungguh-sungguh dilakukan oleh Allah pada masa yang akan datang.[25] Masa penghakiman Allah tidak dapat dilepaskan daripada pembalasan yang akan dikerjakan oleh Allah sendiri terhadap orang yang melakukan kejahatan (12:17-21).
Pengadilan adalah milik Allah, dan akan menghadapi tahta pengadilan Allah, dan di tahta pengadilan Allah harus mempertanggung jawabkan diri di hadapan-Nya (14:10-12). Ada yang menarik dalam hal ini, yaitu ketika Rasul Paulus berbicara sebelumnya bahwa semua orang akan mengalami penghakiman Allah, maka dalam hal ini Rasul Paulus tampaknya hendak berbicara secara particular terhadap kelompok atau kalangan Kristen itu sendiri. Kata ἕκαστος ἡμῶν (hekastos hemon) yang memiliki arti every each of us[26] mengacu kepada Paulus dan juga kelompok Kristen pada saat itu yang berarti penerima Surat Roma. Rasul Paulus tampaknya hendak menekankan kepada jemaat Roma, bahwa penghakiman Allah, bukan hanya saja akan menimpa orang lain, tetapi terutama juga orang-orang percaya. Paulus memperingatkan kepada para jemaat Roma agar memiliki sikap moral yang benar, dalam rangka mempertanggungjawabkan tindakannya pada hari penghakiman.
Terdapat sebuah keunikan di sini, yakni dalam terjemahan KJV (King James Version), kata penghakiman Allah menjadi penghakiman Kristus.[27] Mengacu kepada codex Sinaiticus dan juga codex Vaticanus,[28] penyematan penghakiman itu sendiri adalah lebih tepat menjadi milik dari Allah. Maka berdasarkan prinsip formgeschichte, teks yang lebih tepat adalah pengadilan tersebut merupakan milik Allah.
Apabila di dalam Kitab Roma, Paulus memberikan gambaran jelas tentang penghakiman sebagai atribut dari Allah, tetapi di dalam 2 Tim. 4:8, Paulus menyematkan kata hakim kepada Yesus. Penggunaan kata kurios yang berarti tuan atau Tuhan, biasa digunakan Paulus pada diri Yesus dan bukan pada Allah Bapa. Tampaknya jelas bahwa penghakiman yang merupakan atribut pada diri Allah, dan Allah sendiri sebagai penggagas penghakiman ini, namun Yesus Kristus akan menjadi hakim yang kemudian akan mengadili. Hal ini pun diamini oleh perkataan Yesus yang dicatat oleh Rasul Yohanes, bahwa menjadi sangat jelas di dalam Injilnya yakni Yoh. 5:22, bahwa Bapa menyerahkan penghakiman itu sendiri kepada diri-Nya.





Daftar Pustaka:
1.      C. Tenney, M., Survei Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 2003.
2.      Guthrie, D., Pengantar Perjanjian Baru 2. Surabaya: Momentum, 2010.
3.      Utley, B., The Gospel According to Paul – Romans. Texas: Bibles Lessons International, 1998.
4.      Graves, R., Suetonius: Dua Belas Kaisar. Jakarta: Kompas Gramedia, 2012.
5.      Theological Dictionary of The New Testament vol. 2. Michigan: W. M. B. Eerdmans Publishing Company, 1995. Ed. Gerhard Kittel, penerjemah Geoffrey W. Bromiley.
6.      Theological Dictionary of The New Testament vol. 5. Michigan: W. M. B. Eerdmans Publishing Company, 1968. Ed. Gerhard Kittel, penerjemah Geoffrey W. Bromiley.
7.      J. Conner, K., dan Malmin, K., Interpreting The Scriptures. Malang: Gandum Mas, 2004.
8.      Sutanto, H., Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Malang: Literatur SAAT, 2011.
9.      Morris, L., Survei Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 2006.
10.  Ridderbos, H., Paul: An Outline of His Theology. Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing, 1997.
11.  Bible Works 9.



[1] Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru 2 (Surabaya: Momentum, 2010), 5.
[2] Paulus adalah penulis dari Surat Roma, hal ini tampak jelas dalam salamnya di dalam Roma 1:1, dan sekalipun Paulus mengalami rabun, adalah mungkin ia menggunakan seorang sekretaris yang bernama Tertius (Rom. 16:22). Bob Utley, The Gospel According to Paul - Romans (Texas: Bibles Lessons International, 1998), 1.
[3] Bob Utley, 1.
[4] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 2003), 376.
[5] Merrill C. Tenney, 375.
[6] Donald Guthrie, 3.
[7] Bob Utley, 1
[8] Donald Guthrie, 5.
[9] Robert Graves, Suetonius: Dua Belas Kaisar (Jakarta: Kompas Gramedia, 2012), 326.
[10] Strong Data for “last”, Bible Works 9
[11]ἔσχατος“ dalam Theological Dictionary of The New Testament vol. 2  (Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing Company, 1995), 265.
[12] παρουσία” dalam Theological Dictionary of The New Testament vol. 5 (Michigan: Wm B. Eerdmans Publishing Company, 1968), 792.
[13] Herman Ridderbos, Paul: An Outline of His Theology (Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing, 1997), 51-52.
[14] Kevin J. Conner dan Ken Malmin, Interpreting The Scriptures (Malang: Gandum Mas, 2004), 301-333.
[15] Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab (Malang: Literatur SAAT, 2011), 403.
[16]ῥύσεται” dalam BGM Morphology + Gingrich, Bible Works 9.
[17]σώματα ἐπίγειαBGM Morphology + Gingrich, Bible Works 9.
[18]σώματος τοῦ θανάτου BGM Morphology + Gingrich, Bible Works 9.
[19] Herman Ridderbos, 16-22.
[20]καταισχυνθήσεταιdalam BGM Morphology + Gingrich, Bible Works 9.
[21] ἐστιν” dalam BGM Morphology + Gingrich, Bible Works 9.
[22] Leon Morris, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 2006), 33.
[23]δικαιωθήσεταιdalam BGM + Gingrich, Bible Works 9.
[24]σωθησομεθα” dalam BGM + Gingrich, Bible Works 9.
[25]ἀνταποδώσωdalam BGM + Gingrich, Bible Works 9.
[26] Kata ἕκαστος ἡμῶν” dalam BGM + Gingrich, Bible Works 9.
[27] Dalam terjemahan KJV, digunakan kata “of Christ” dan melihat teks dalam BYZ (Byzantine Text Form), juga menggunakan kata τοῦ χριστοῦ (tou kristou).
[28] Berturut-turut kode yang digunakan adalah M-01A dan M-02A, Bible Works 9.

No comments:

Post a Comment