Wednesday, September 9, 2015

Hubungan Suami Istri di dalam Kejadian 2

Peristiwa penciptaan manusia, yang diciptakan melalui materi debu dan tanah (Kej. 2:6), sebagai sebuah klimaks dari kisah penciptaan. Di dalam bahasa aslinya, kata yang dipakai adalah aphar dan adamah yang berarti dibentuk Allah melalui tanah yang ada di bumi. Penggunaan istilah adamah sendiri juga mengacu kepada bumi sebagai daratan. Sebagai yang kembali lagi menjadi debu tanah, suatu keadaan yang fana yang mengakibatkan kebergantungan mutlak kepada Allah. Suatu keadaan fana, yang akan kembali kepada kekekalan. Nafas hidup, nefesy sebagai yang diembusi nafas kehidupan. Sebagai yang diciptakan Allah melalui materi, namun memiliki jiwa. Daging yang dibentuk dengan tanah dan memiliki jiwa karena diembusi nafas Allah, dan jiwa yang ada di dalam daging yang fana. Sebagai gambar dan rupa Allah yang bertugas untuk memelihara bumi, menyandang gambar, berfungsi sebagai pemelihara ciptaan-Nya. Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan Allah, memiliki persekutuan, dan dapat bertindak dengan pemikirannya sendiri bukan karena insting semata. Hawa diciptakan Allah secara langsung melalui tangan Allah, dengan tulang rusuk Adam menyatakan keterkaitan yang tidak terpisahkan antara Adam dan Hawa yang saling bergantung. Hawa diciptakan sebagai penolong Adam, sedangkan Adam diciptakan lebih dahulu sebagai yang tak dapat digantikan. Penolong bukan berarti bahwa Hawa lebih kuat daripada Adam, dan bahwa konsep ini tentu amat salah. Penolong sendiri diciptakan oleh Allah karena tidak ada yang sepadan dengan Adam di antara binatang-binatang yang telah diciptakan (Kej. 2:20). Sehingga, kita tahu bahwa penolong ini berarti pendamping yang sepadan dan saling terikat satu sama lain, tanpa dapat dipisahkan, sebagai satu daging. Dan bahwa pada permulaannya baik Adam maupun Hawa diciptakan sederajat.
Bahkan bangsa lain yang tidak mengenal Allah seperti  halnya Plato mengakui bahwa segala sesuatu adalah fana. Ia percaya akan ada kehidupan dalam sebuah ketiadaan yang kekal. Namun filsafatnya tidak diterangi oleh kebenaran firman Allah, sebab ada sebuah jaminan bagi orang percaya, bahwa barangsiapa yang percaya kepada Yesus, mengaku dengan mulut dan percaya dalam hati maka ia akan diselamatkan (Rom. 10:9)!

Adam dan Hawa adalah satu kesatuan unit (Kej. 2:24). Adam yang diciptakan lebih dulu, dan kemudian Hawa diciptakan terkemudian, sehingga subjek nya adalah laki-laki, dan perempuan adalah objek pelengkap. Begitulah pandangan budaya patriakh yang dipercaya dan dipegang oleh Bangsa Israel. Akan tetapi pemahaman yang salah adalah bahwa laki-laki pun sangat bergantung kepada perempuan, pun perempuan sangat bergantung pada laki-laki. Keduanya diperlukan untuk dapat saling mengisi kebutuhan biologis dan berkembang biak seperti yang difirmankan oleh Tuhan dengan tugas untuk memenuhi bumi. Ikatan antara suami dengan istri adalah ikatan yang lebih kuat daripada ikatan ayah-anak di dalam marga, family, dsb. Di dalam kehidupan ini manusia seringkali diperhadapkan pada suatu situasi yang tidak dapat dipilih. Sebagai contoh, kita tidak dapat memilih siapa saudara orang tua kita, siapa saudara kandung kita, siapa saudara sepupu kita, siapa kakek nenek kita, siapa anak kita, siapa cucu kita, darimana kita berasal, dengan kondisi fisik apa kita dilahirkan, dengan status sosial yang seperti apa kita dilahirkan, akan tetapi Allah memberikan kepada manusia akal budi dan tanggung jawab untuk dapat memilih pasangan hidupnya, orang yang akan menemani sampai maut memisahkan keduanya. Pernikahan adalah satu-satunya lembaga terpenting yang dipercayakan Allah kepada setiap manusia untuk menentukan pilihan. Kata daging berasal dari kata basar yang mengandung arti nyawa kehidupan, sehingga kata daging ini bukan dalam arti harafiah menjadi satu secara sesungguhnya. Akan tetapi di dalam sebuah hubungan yang intim antara suami dan istri, baik itu melalui lembaga perkawinan maupun di dalam pemenuhan kebutuhan biologis harus lah dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan yang terikat dalam hubungan suami istri yang sah, dan satu-satunya. Berbagi kehidupan berarti mengasihi pasangan seperti mengasihi diri sendiri. Sebagaimana istri harus tunduk terhadap suami sebagai kepala dalam mengambil keputusan, demikian juga halnya suami harus mengasihi istri. Namun tentu saja seorang suami yang mengasihi istrinya akan mengambil keputusan berlandaskan kasih kepada teman hidupnya tersebut, dan tidak semena-mena. Inilah hubungan yang dikatakan berbagi hidup bahwa sesungguhnya landasan hubungan suami istri adalah kasih. (Ef. 5:22-33)

      Saat Hawa memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat tersebut, lalu memberikan kepada Adam untuk dimakan juga maka terbukalah mata mereka. Pengertian mata di sini berarti sebuah pengertian akan adanya eksistensi dosa. Sebelum Adam dan Hawa memakan buah pengertian tersebut mereka telah mengetahui bahwa adalah sebuah dosa dan kesalahan jikalau mereka makan buah tersebut, namun dalam hal ini konsep dosa hanya ada di dalam pikiran mereka saja (kognitif). Akan tetapi ketika mereka memakan buah tersebut maka pikiran mereka terbuka secara sadar akan dosa yang sesungguhnya telah mereka lakukan (afektif), dan mereka telah sadar bahwa mereka berdosa! Perlawanan terhadap hukum Allah berarti perlawanan terhadap Allah sendiri, dan mereka telah melakukan apa yang tidak tepat di pandangan Allah. Mereka telah meleset dan lalai dalam mentaati perintah Allah! Bisa dikatakan bahwa pengalaman Adam dan Hawa bersama dengan Allah tidak membuat mereka sadar secara sungguh siapa Allah sebenarnya! Ketaatan untuk melakukan hukum telah dilalaikan, dan hal ini dapat dimengerti ketika mereka melakukan hal ini dalam pengertian harafiah semata saja dan belum menyentuh ke dalam batiniah mereka. Ketaatan yang dilakukan hanya dipandang dalam koridor melakukan apa yang boleh dan yang tidak boleh, bukan dalam koridor sebuah hati yang sungguh mengasihi Allah. Keinginan untuk menyamai posisi Allah yang diwujudkan dalam keinginan untuk memakan buah tersebut yakni didasari hawa nafsu, dan keserakahan. Ta'avah yang digunakan untuk kata sedap kelihatannya sebenarnya memiliki arti lebih tepat menyenangkan mata. Menyenangkan mata untuk memuaskan keinginan hati dari manusia sendiri, dan bukan mencari apa yang memuaskan hati Allah dan menempatkan kerinduan Allah di posisi yang tertinggi.

        Kehadiran Hawa untuk menolong pria disebutkan ezer kenegdo (Kej. 2:18) yang mana memiliki kekuatan dalam fungsi tertentu sehingga fungsi saling bahu membahu ini terealisasi. Kapasitas yang dimiliki oleh perempuan bukanlah lebih rendah daripada laki-laki, akan tetapi sejajar sebagai pendamping yang berinisiatif dan menjadi mitra. Kata ezer sendiri memiliki gender maskulin, yang artinya kata penolong ini bukan hanya disematkan kepada perempuan semata, akan tetapi juga diberikan kepada laki-laki. Kata ezer yakni menolong sendiri sering dipakai untuk menggambarkan Allah sebagai penolong Israel, sehingga dapat dimengerti disini bahwa kodrat dari penolong tersebut bukanlah sekunder tetapi primer. Kedudukan antara pria dan wanita, suami dan istri dalam konteks ini bertugas saling menolong, dan bukan berarti perempuan yang diciptakan untuk menolong itu lebih kuat, sebab lelaki juga bertugas untuk menolong. Perbedaan fungsi merupakan yang terpenting untuk dapat mengerti konsep kesetaraan ini, bahwa sebuah rumah tangga dapat berjalan sesuai dengan blueprint-cetak biru ketika kita memahami makna keluarga yang dikehendaki oleh Allah. 

Masa Antar Perjanjian

Tahukah anda bahwa ada sebuah masa kegelapan di antara Perjanjian Lama yang diakhiri dengan Kitab Maleakhi dengan Perjanjian Baru yang diawali dengan Kitab Matius (Kitab Markus yang tertua) dan masa itu terjadi sekitar 400 tahun. Pada masa ini dikenal juga dengan Intertestamental Period atau Masa Antar Perjanjian. Nabi terakhir di PL yakni Maleakhi bernubuat dan setelahnya seolah-olah Allah tidak berfirman lagi, yakni Allah berdiam diri. Pada masa-masa ini muncul sekte-sekte yang mengharapkan kedatangan Mesias. Sekte-sekte tersebut antara lain: Farisi, Saduki, Eseni, Zelot. Dan pada masa ini, ada sebuah Kerajaan yang sangat luar biasa yakni Yunani yang mencapai puncak kejayaannya pada masa Raja Aleksander Agung (Iskandar Zulkarnain) yang menjadikan bahasa Yunani sebagai bahasa Internasional yang bahkan sampai pada masa Kerajaan Romawi, bahasa Yunani tetap dipakai sepakai bahasa perserikatan.

Bagaimana bahasa Yunani menjadi bahasa perserikatan bangsa Israel? Maka tentu saja hal ini hanya bisa dijawab ketika kita melihat ke dalam peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi di dalam periode Antar Perjanjian ini.
Pada zaman Nabi Maleakhi sebagai nabi terakhir dalam PL, keadaan di Israel adalah terbebas dari jajahan bangsa manapun secara politik. Bangsa Israel telah pulang dari Babel, menurut titah Koresy Raja Persia (Ez. 1:1). Orang Yahudi tidak lagi mengalami penindasan. Sehingga muncul lah Kerajaan Yunani yang mengalahkan Kerajaan Persia, di bawah Aleksander Agung. Aleksander Agung itulah yang dinubuatkan oleh nabi Daniel (Dan. 7:6; 11:4) mengenai binatang berkepala empat. Perlu diperhatikan bahwa Daniel bernubuat mengenai Aleksander sekitar 200 tahun sebelum kelahirannya. Sangat jelas di sini bahwa sebuah nubuatan tidak mungkin salah, dan pasti digenapi oleh Allah. Kini tampuk kekuasan berpindah dari Persia ke Yunani.
Raja Aleksander Agung yang menghormati dan menghargai bangsa Yahudi sangat disayangkan ia berusia pendek ia hanya mencapai usia 33 tahun karena penyakit yang membuatnya meninggal. Tanpa menyiapkan satu pun suksesor, maka kini keempat tanduk dalam kitab Daniel, yakni para wakil Aleksander memperebutkan tahta yang luar biasa besar dan begitu menggoda tersebut. Lalu bagaimana nasib bangsa Yahudi kemudian? 

Kerajaan Yunani yang mahabesar itu kemudian terpecah menjadi empat bagian, karena masing-masing dari empat raja kecil mengklaim bahwa Kerjaan Yunani adalah milik mereka. Kerajaan Yunani yang pecah menjadi empat itu dibagi menurut ukuran mata angin, dan genaplah nubuat Nabi Daniel terhadap keempat tanduk ini (Dan. 7:6; 11:4):
1.   Bagian Barat dikuasai oleh Cassander yang menguasai Makedonia dan Yunani;
2.   Bagian Timur dikuasai oleh Lysimachus yang menjadi raja atas Turki, dan Asia Kecil yang disebut Armenia;
3.   Bagian Selatan yang dikuasai oleh Ptolemy yang menguasai seluruh Tanah Mesir;
4.   Bagian Utara yang dikuasai oleh Seleucus yang menguasai Siria, Palestina (Israel), Babel, dsb.
Kebiasaan Aleksander Agung yang semasa hidupnya mencampur kebudayaan bangsa jajahan dengan kebudayaan Yunani dimana kebudayaan Yunani haruslah menjadi kebudayaan utama yang dikenal dengan istilah Helenisme. Perkembangan kebudayaan Yunani selalu menitik beratkan pada agama dan olah raga untuk menyatukan negara-negara jajahan (disebut provinsi). Pada sektor olahraga dikenal dengan istilah Olympic Game yang diadakan setiap 4 tahun sekali, dan berlanjut sampai saat ini yang kita kenal dengan istilah olimpiade yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Untuk perihal agama, didirikan banyak kuil-kuil untuk dewa-dewa di setiap provinsi.

Karena unsur kebudayaan dan keagamaan Yunani yang sangat kuat, maka hal ini memberikan sebuah tantangan baru bagi orang-orang Yahudi. Mayoritas bangsa Yahudi berpendapat bahwa mereka tidak boleh menerima kebudayaan Yunani dan di saat yang sama mereka memelihara iman kepercayaan mereka sendiri. mereka beranggapan, dengan menerima kebudayaan Yunani berarti mereka telah murtad dari Tuhan. Karenanya mereka menentang mati-matian kebudayaan Yunani, adat istiadat, pemikirian, ajaran dari asing ini, dan mereka memilih taat kepada Taurat Musa dan tradisi nenek moyang mereka, sekalipun mereka harus mati. Namun ada juga mereka-mereka yang berkompromi dengan Yunani, sehingga banyak dari mereka di perantauan yang mengagumi kebudayaan Yunani menjadikan Alexandria sebuah kota di Mesir sebagai pusat perkumpulan orang Yahudi yang berbahasa Yunani, dan di sana juga mereka menerjemahkan kitab PL ke dalam bahasa Yunani yang dikenal dengan sebutan Septuaginta atau juga LXX (70 – sebab ada sekitar 70 ahli yang menerjemahkan Kitab PL Yahudi ke dalam bahasa Yunani).
Adanya dua aliran besar ini antara orang Yahudi yang pro Yunani dan orang Yahudi yang kontra Yunani, akan mengakibatkan perang saudara besar-besaran di kemudian hari. Bahkan bila diamati dan diteliti hingga hari ini, dari sudut pandang sejarah, jelas terlihat konflik dan ketegangan tetap berlanjut. Pemikiran Barat, filsafat, gaya hidup, atau peradaban Barat yang didasari dan dilandasi pada pemikiran kebudayaan Yunani yang menganut individualisme, matereliasme, sekularisme,  hedonisme, dsb dalam gaya hidup, dan pengaruh terhadap dunia teologi seperti teologi liberal sangat mempengaruhi warna kebudayaan Yunani yang tetap eksis hingga saat ini. 

Pada awalnya secara geografis Israel jatuh ke tangan Jendral Makedonia, yang merupakan kaki tangan dari Alexander Agung yang bernama Ptolemy. Setelah Alexander mati, maka Ptolemy I yang semasa hidup tuan nya dimandatkan di Mesir mengangkat diri menjadi raja (323 SM) dan mendirikan dinasti. Umat Yahudi mengalami penyiksaan pada awalnya, akan tetapi kemudian mereka mendapat kelunakan dan merasakan kemakmuran. Akan tetapi perang antara Ptolemy dengan Seleucus I di bagian Utara, dan perang antar dinasti yang berkelanjutan ini dimenangkan oleh Antiokhus III, Raja Suriah tahun 198 SM, sehingga lamanya trah Ptolemy memerintah adalah 125 tahun atas Palestina (tanah geografis umat Yahudi). Pemerintahan Antiokhus kini telah mengambil alih pemerintahan Ptolemy. Awalnya bangsa Yahudi mendapat kesejahteraan di bawah Antiokhus III, akan tetapi karena kekalahan perang terhadap bangsa Romawi, Antiokhus III menekankan pajak yang begitu besar menyebabkan bangsa Yahudi sekali lagi berada di bawah tapak besi. Muncul dari suku Tobias, satu suku Yahudi yang pro Yunani dan Ptolemy, bangkit melawan Antiokhus. Umat Yahudi yang pro Yunani di bawah pimpinan Tobias, dan umat Yahudi kontra kebudayaan Yunani yang memegang Taurat Musa kelak akan menjadi friksi berkepanjangan di kemudian hari. Mereka terbagi menjadi dua kelompok besar yakni Yahudi orthodox (yang kemudian memunculkan ahli Taurat), dan Yahudi liberal (yang dekat dengan pemerintahan yang menjajah, yakni orang Saduki). Kemudian Antiokhus III meninggal dan digantikan oleh Seleukus IV (189 SM), namun Seleukus IV dibunuh, dan digantikan oleh Antiokhus IV (186 SM) yang disebut dengan Antiokhus Epifanes. Kekejamannya yang luar biasa menjadikannya musuh yang luar biasa dibenci oleh orang Yahudi bahkan hingga kini, bahkan ia dijadikan sebagai lambang anti-Kristus Sekali lagi bangsa Yahudi berada di ambang kemusnahan!

Antiokhus IV, sebagai sang lambang Anti Kristus lahir di kota Atena, Yunani. Ia begitu bengis, sadis, licik, dan mengatakan bahwa dirinya adalah dewa. Ia dikenal juga dengan sebutan Antiokhus Epifanes (Dewa yang terkemuka). Pada masa ini bangsa Yahudi yang pro-Yunani dan oportunis hidup cukup nyaman, namun keadaan bagi Yahudi orthodox (konservatif) berbanding terbalik. Mereka hidup dengan penuh penyiksaan yang luar biasa, bahkan Epifanes memberikan larangan-larangan kepada bangsa Yahudi. Mereka dilarang mentaati Sabat, melakukan sunat, dan memilah makanan haram dan halal. Ia merobohkan Bait Allah, membunuh banyak umat yang ada di Bait Allah, merobohkan mezbah bakaran, mengambil semua perkakas Bait Allah, banyak yang dibantai, dan ditawan sebagai budak, membakar rumah-rumah, meruntuhkan benteng, menjarah seluruh harta benda, dan menjual anak dan wanita sebagai budak. Yang paling biadab adalah kejahatannya menghancurkan mezbah Bait Allah dan diganti dengan mezbah Zeus, dan membuat patung Zeus lalu memaksa orang Yahudi mempersembahkan babi betina di mezbah bakaran. Lalu kaldu daging babi tersebut dipercikkan ke seluruh Bait Allah. Penistaan agama luar biasa yang dilakukan oleh Epifanes dan penindasan mengakibatkan banyak orang Yahudi yang murtad dan mendukung Epifanes. Karena penistaan agama yang luar biasa ini, maka orang-orang Yahudi yang memegang teguh Taurat sangat merasa terhina, sehingga di bawah pimpinan Yudas Makabe seorang panglima tentara besar orang-orang Yahudi konservatif melakukan peperangan melawan Antiokhus Epifanes yang didukung oleh orang-orang Yahudi pro Yunani, dan lahirlah perang saudara. Revolusi ini sangat menyentuh batin, karena pengorbanan yang dilakukan orang Yahudi yang takut akan Tuhan.

Revolusi di bawah pimpinan Yudas Makabe seorang yang takut akan Tuhan dan mencintai Taurat-Nya. Ayahnya, Mattatias adalah seorang imam Tuhan yang setia terhadap panji Taurat dan Tanah Air yang memulai terjadinya revolusi melawan kedurjanaan bangsa yang tidak menghormati nama Tuhan. Berkali-kali Makabe berhasil mengalahkan pasukan Suriah di bawah pimpinan Antiokhus Epifanes, sehingga akhirnya Tanah Palestina berhasil direbut oleh mereka. Peristiwa kehancuran Bait Allah tepat tiga tahun setelahnya Makabe mendirikan kembali Bait Allah, dan menetapkan hari tersebut sebagai hari yang dikuduskan yakni pada tanggal 25 Desember 165 SM. Namun seiring dengan sebuah kegagalan dalam perang melawan Kerajaan Suriah, pasukan di bawah pimpinan Makabe mengalami kekalahan dan Makabe mati di tangan Kerajaan Suriah. Kemudian rakyat yang terpencar disatukan kembali di bawah pimpinan Yonathan adik paling kecil dari Makabe, namun kembali ia mati. Kembali rakyat kacau balau, dan sekali lagi Tuhan mengirimkan seorang dari anak Mattatias yakni Simon. Di bawah pemerintahan Simon, ia mengadakan perjanjian diplomatis dengan Kerajaan Suriah yang juga mengalami pergolakan internal sehingga pemimpin yang kejam dan tamak terhadap Yahudi berganti menjadi pemimpin menjadi yang baik kepada mereka. Lebih lagi Simon sebagai seorang yang pandai berdiplomasi mengadakan perjanjian kerjasama dengan Romawi. Namun malang, baru sedekade terjadi kemakmuran di antara orang Yahudi, ia dicelakakan oleh menantunya sendiri dan membunuh kedua saudara ipar nya. Namun Tuhan tetap memelihara mereka, dengan menyisakan satu anak Simon yaitu John Hycarnus. Hycarnus mendapat dukungan dari Romawi sehingga Kerajaan Suriah tidak berani ikut campur lagi. Hycarnus diangkat menjadi imam besar, dan juga panglima perang. Bahkan pada masanya Kerajaan Israel memiliki teritori sama besar dengan Kerajaan Daud dahulu. Akan tetapi karena kesibukan Hycarnus dalam perang dan politik, ia sebagai imam besar tidak terlalu mengindahkan urusan agamawi. Sehingga golongan Chasidin yang memiliki semangat mendukung keturunan Makabe dalam perang-perang dahulu, menarik diri dari dunia sekuler dan tidak lagi mendukung dinasti Makabe karena gaya Hycarnus yang juga otoriter. Golongan Hasidin ini yang dikemudian hari menjadi Farisi (yang mengasingkan diri) dan mendapat tempat di hati rakyat. Sedangkan Hycarnus, menjadi satu-satunya keturunan Makabe yang dekat dengan orang Yahudi pro Yunani, kemudian hari menjadi golongan bangsawan yang dekat dengan pemerintahan penajajah dikenal dengan istilah orang Saduki.

Maka dari sinilah asal muasal golongan Farisi dan Saduki. Farisi adalah para ahli Taurat yang memegang teguh Taurat Musa dan cenderung menjauhi pemerintahan duniawi, sedangkan orang Saduki yang merupakan orang dekat dari keturunan Makabe dekat dengan pemerintah penjajah. Orang Farisi cenderung menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat sekuler, sedangkan orang Saduki terlibat dalam politik. Kemudian muncul dua sekte yang lainnya yakni golongan Eseni yakni mereka yang menjauhkan diri dari hal-hal duniawi, dan biasa mengasingkan diri ke sebuah tempat lain, biasa berpuasa, tidak makan daging, tidak menikah, dan menggunakan air sebagai sarana pengampunan dosa, Yohanes pembaptis adalah salah satu dari golongan ini. Dan ada satu sekte lagi yakni orang Zelot yakni mereka yang mentaati Taurat, namun mereka bertindak seperti seorang penajahat yang tidak segan-segan membunuh lawan mereka, seperti prajurit Romawi. Di antara murid-murid Yesus salah satu yang diperkirakan sebagai orang Zelot adalah Simon Petrus. Dalam peristiwa penangkapan Yesus di Taman Getsemani, Petrus memotong telinga kanan dari hamba Imam Besar (Yoh. 18:10) yang bernama Malkhus. Diperkirakan bahwa Petrus sebelum mengikut Yesus adalah salah satu pengikut dari golongan ini. Jadi di masa selama Yesus ada di bumi, dan melayani selama 3,5 tahun ada empat golongan besar yakni Farisi, Saduki, Eseni, dan Zelot. Di bawah pemerintahan kekaisaran Romawi yakni Kaisar Agustus Caesar (Luk. 2:1). Masa Inter-testamental Period yakni masa antar perjanjian diakhiri dengan berbicaranya Allah kepada Zakharia dan Elisabeth tentang kelahiran anaknya, yakni Yohanes Pembaptis (Luk. 1). (/Tamat)


Wednesday, March 4, 2015

The Fallen of The Greatest King of Israel

One day when David took Bathsheba, the one whom had husband already, the one whose name is Uriah. That time David ordered Joab to put Uriah in the front of the battle, and Uriah died in the battle against the citizens of Raba, the Ammon. David with his own will putted Uriah in order to make Uriah dies! And then he took Bathsheba as his wife, but David did evil in front of God’s eyes!
After that God sent The prophet Nathan to David, and than told him a parable about a rich man who had so many flock of lambs, and a poor who only had a little baby sheep. This poor took care of his sheep until it grew up. One day one of the rich’s friend came up, and the rich felt so pity to slaughter on his own flocks. And then he took this poor’s, rather one of his own.
David became so angry after heard the story, and told that the rich one should be punish to dead. But Nathan said to David, that he was that rich man. David do evil to God! God was so angry with him. And then we can see what become the respond of David. In his psalm chapter 51, he said to God do not throw away him from God’s sight, and asked to do not take His spirit inside him. The sacrifice is the broken heart, and the crashed He will not underestimate. David asked God to have mercy on him.
When David wrote this psalm and confessed his sins, and told the truth to the chief of the musician. When the chief of the musician has duty to lead the ceremony, the ceremony would be attended by the citizens of Jerusalem also and of course the fall of David wasn’t only known by several persons but also everybody else.
From this story we can take so many positive lessons. Start from Nathan, who was the prophet of God and told David who did something wrong. The king of Israel, honored, feared, and respected by all the Israelites. Nathan as the prophet of God obeyed about what God ordered to him. He had no fear even the one he would face was the king who had power to order his soldiers to kill Nathan, but Nathan took the risk to tell the truth of God. For him, God is the most important and not persons. Ironic, these times the churches of God, even who have been Christian for a long time are in this condition. Do cut and pick to seek and tell the wrong thing, and do not reveal the truth but cover with fake lying. Persons who fear God will reveal the truth and not push their own will and play save. Even many people say they receive “God’s words”, but the reality aren’t the voices of God but their own heart’s will. Even to please their leaders, do lying and put name of God for his own sake. The judgment of God will be real for that person. Be the person who has a tough character  of telling and guarding the truth like Nathan did.
Another example we can take from David who was the one who had a deep intimacy with God. When David did this thing he apologize to the God, and then humbled himself too see God’s face. Of course in his sadness he felt God was so angry with him because He sent the prophet warned hardly to him. He humbled himself and said “have mercy to me, God, by the good will of your faithfulness!” David felt so sad because the mistake he did, and asked God to forgive him. Ironic to see this happens in so many Christian churches who say they love God but do evil. They who do evil and do not confess it as a crime. Many they feel save and calm and think that God won’t be angry but they forget about God is justice. He punish men by their own mistakes! The reality is this, God sees what we’ve done, so turn back today, seek His mercy and leave the old life. Holy Spirit will give the the ability if we humble down ask for His will, and have desires to be changed.
Have desire like David to come back to God. David didn’t protect his ego as a king, but confess his mistake even because of that people knew. He knew that God was his focus in like and not the good name, or big name to be protected. Have a heart like David who was bravely admitted his mistakes! He was the greatest king that Israel have ever had but he humbly down to confess. So if we do something evil admit that in front of God and the one who gets hurt. Of course when Bathsheba heard about this psalm, her feeling was so blue, maybe she was sad or angry, but David still did it. Be a Christian who bravely admits mistake, and apologize. And see how God does the process amazingly in the life.
The Bible tells fairly about the fallen of David, the king, the one whom blessed by God. The Bible amazingly tells about things that world would be thought as a fool and says the Bible is not holy, and etc. but see, how the Bible guides and gives the ways of life! It doesn’t tell about the good only, but also the fallen, for what? In order the people of God have right direction of life. The Words of God are so real.

Let us take the examples from the life of David and Nathan, and be a blessing for others around you so they can feel God’s love. Be a blessing in our daily life. Lord Jesus bless you all until the cometh of His day.

Tuesday, February 24, 2015

Kerajaan Daud

Davidical Era – The Promised King
(Raja yang dijanjikan)


I.    Pendahuluan
            Perjanjian antara Allah dengan Daud yang terdapat pada II Samuel 7 menempati tempat yang sangat penting di dalam sejarah karya keselamatan, dan dapat disejajarkan dengan perjanjian antara Allah dengan Abraham, dan antara Allah dengan Israel dan Yehuda di dalam perjanjian yang baru (Yer. 31:31-34).
            Selain perjanjian Allah dengan Daud yang terdapat pada II Samuel 7, Kaiser mengambil tiga sudut pandang yang berbeda dengan teolog-teolog lainnya, yakni: 1). Narasi berurutan tentang riwayat hidup Daud (II Sam. 9-20 dan I Raj. 1-2; I Sam. 16-31, dan II Sam. 1-8; 21-24); 2). Mazmur-mazmur rajawi (Maz. 2, 18, 20, 21, 45, 72, 89, 101, 110, 132, 144:1-11), dan; 3). Sejarah tabut perjanjian (I Sam. 4:1-7:2), dan waktu Daud memindahkan tabut perjanjian ke Yerusalem (II Sam. 6).
            Sebelum masuk ke dalam pembahasan yang lebih dalam, perlu bagi kita untuk mengetahui bahwa pemerintahan hakim-hakim mendahului pemerintahan raja-raja. Pada masa hakim-hakim persekutuan di antara orang Israel tidak terlalu kuat, mereka hanya berkumpul pada saat-saat tertentu seperti berperang dan mempersembahkan korban.
            Rapihnya organisasi bangsa-bangsa tetangga yang dipimpin oleh raja membuat orang Israel menginginkan adanya seorang raja untuk memerintah atas mereka. Namun di sisi lain suku-suku Israel juga kesal karena secara otomatis kemerdekaan mereka atas nama otonomi kesukuan pasti akan sangat diganggu dan diusik. Sehingga mereka cenderung untuk menahan keinginan untuk memiliki raja, sampai akhirnya muncul penindasan dan di saat bersamaan muncul hakim-hakim di tengah-tengah orang Israel.

II.  Raja Yang Dijanjikan
            Ulangan 17:14-20 tidak berbicara bahwa Allah tidak merencanakan Israel untuk mengangkat seorang raja, akan tetapi Tuhan menunggu waktu yang tepat. Untuk selamanya Israel berada di bawah pemerintahan Allah, karena Tuhan memerintah kekal untuk selama-lamanya (Kel. 15:18). Pengangkatan raja di bawah pimpinan Allah merupakan sesuatu yang sudah direncanakan oleh Allah.
            Allah mengangkat raja-raja di Israel; itu berarti bahwa Ia mengikut-sertakan tokoh-tokoh manusia tertentu di dalam pemerintahanNya sendiri atas umat itu. Semua raja dan pemerintah di bumi memperole kuasa dari atas; raja-raja Israel selebihnya diangkat sebagai saksi kerajaan Allah yang datang. Upacara pengangkatan raja-raja Israel meneguhkan fungsi mereka sebagai penyelamat, pembela keadilan dan pembawa damai-sejahtera di bumi, pertama-tama di dalam lingkungan umat itu sendiri.[1]
            Rencana untuk mengangkat raja atas orang Israel sempat diwacanakan oleh orang Israel di kala Gideon memberi kemenangan besar melawan Midian. Bahkan ia dan keturunannya ditawari untuk memerintah turun-temurun, meskipun ia menolaknya. Akan tetapi anak Gideon (Yerubaal), yaitu Abimelekh cukup tamak dan mengangkat diri menjadi raja di Sikhem, bahkan ia membunuh semua anak ayahnya yang berjumlah 70 orang.
            Kemudian berlanjut pada saat pemerintahan hakim yang terakhir yaitu Samuel. Di masa tuanya bangsa Israel meminta kepadanya agar mengangkat seorang raja, karena didapati bahwa anak Samuel bertindak tidak benar. Namun motivasi sebenarnya adalah karena mereka menginginkan raja seperti bangsa lain, dan menolak pemerintahan teokrasi ( I Sam. 8:4-9).
            Allah kemudian mengangkat Saul menjadi raja atas orang Israel. Ia menjalankan hukum Musa dan membawa orang Israel kembali kepada jalan yang benar. Namun sebagai orang yang diurapi Tuhan, bagaimana mungkin Saul ditolak Allah di kemudian hari? Apakah karena ia berasal dari suku Benyamin yang tidak dijanjikan Allah seperti suku Yehuda (Kej. 49:10)? Apakah Allah salah pilih, karena Saul juga orang yang diurapi-Nya?
Sebuah jawaban dari Patrick Fairbairn dianggap cukup menjawab pertanyaan ini: Setelah bangsa itu benar-benar menyesali kesalahan mereka karena meminta diangkatnya seorang raja menurut syarat-syarat duniawi mereka, diperbolehkan mengangkat salah seorang dari mereka ke atas singgasana. . . Dan untuk membuat maksud Tuhan dalam hal ini nyata kepada semua orang yang mempunyai mata untuk melihat dan yang telinga untuk mendengar, Tuhan membiarkan pilihan jatuh pertama-tama kepada seorang yang – melambangkan kegagahan dan hikmat duniawi dari bangsa itu -  agak cenderung untuk memerintah dengan tunduk secara rendah hati kepada kehendak dan kuasa Surgawi, dan oleh karenanya digantikan oleh orang lain yang harus bertindak sebagai wakil Allah, dan secara khusus memakai nama hamba-Nya.[2]
Dengan cara inilah Allah ingin menunjukkan kepada manusia bahwa Ia adalah pemerintah tertinggi. Segala ukuran duniawi yang diukurkan kepada Saul sebagai orang yang paling mampu untuk memerintah dimentahkan oleh Allah, karena seperti Firman Allah berkata: “ manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.” ( 1 Sam. 16:7; di kala Allah memilih Daud – hamba-Nya sebagai raja menggantikan Saul). Seorang raja yang diangkat oleh Allah, tidak boleh melakukan hal sesuka hatinya (I Sam. 15:22-23) karena tetap Allah adalah pemerintah tertinggi atas Israel. Dosa kemurtadan ini sudah terjadi berkali-kali pada masa hakim-hakim, dimana Allah menyerahkan orang Israel ke tangan musuhnya karena dosa mereka sendiri. Perbuatan dosa orang Israel inilah yang menjadi dasar diserahkannya mereka kepada bangsa lain.
Kesalahan terletak bukan karena Allah tidak menghendaki terciptanya monarkhi sebagai sebuah institusi, namun yang lebih penting untuk diperhatikan adalah bergantungnya orang-orang Israel baik pada masa Abimelekh maupun Saul untuk mengangkat seorang raja. Raja bukanlah seorang penolong yang dapat membela rakyatnya, tetapi Tuhanlah yang membela orang Israel.
Maka setelah Saul ditolak sebagai raja, Tuhan mengangkat bagi orang Israel Daud sebagai seorang raja. Meskipun keduanya adalah orang yang diurapi Tuhan, dan dipenuhi oleh Roh Allah, namun Roh Allah dicabut atas Saul setelah ia mendurhaka terhadap Tuhan. ia tidak memiliki watak untuk mengkonsolidasikan posisi kepemimpinannya.
Sangat jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Daud. Relasinya dengan Tuhan diprakarsai oleh Tuhan sendiri yang selalu menyertai dia . adalah berkat penyertaan yang rela ini, kalau Daud bukan hanya selalu menanyakan kehendak Tuhan pada saat-saat yang genting, melainkan selalu juga menerima jawaban dan petunjuk ilahi kearah yang baik. Bersoal-jawab dengan Tuhan, berteriak minta tolong atau mengucap syukur kepadaNya, semuanya itu menjadi syarat hidup bagi Daud, ibarat makanan sehari-hari atau udara untuk bernapas.[3]
Daud bukanlah orang yang sebegitu kudusnya. Ia pernah juga jatuh ke dalam dosa perzinahan. Meskipun secara kasat mata untuk ukuran dunia, seorang raja berhak untuk memperoleh apa yang diingini dari rakyatnya, tapi perlu diingat bahwa Israel diperintah oleh TUHAN! Meskipun ia jatuh, namun rencana Tuhan yang kekal tetap terlaksana darinya.
Gelar yang diurapi Tuhan (Massiah) biasa disematkan kepada seorang raja. Yang dikemudian hari gelar ini diberikan kepada Seorang keturunan Daud yang akan menyempurnakan Kerajaan Allah di muka bumi, dengan pemerintahan mutlak Allah yang berdaulat atas seluruh bumi. Dia adalah Mesias (Raja yang diurapi) yaitu Tuhan kita Yesus Kristus.

III. Dinasti Yang Dijanjikan
            Janji berkat Allah kepada Daud yang selanjutnya adalah tentang pembangunan Bait Allah. II Samuel 7 yang kemudian ditafsirkan dalam Mazmur 89 berbicara tentang kerinduan Daud untuk membangun Bait Allah. Di dalam pemikirannya, Daud merenungkan status kediaman Allah. Ia tidak menerima keadaan dimana Allah tinggal di suatu kemah, sehingga hendak mendirikan sebuah rumah untuk Allah berdiam.
Namun usahanya ini tidak direstui oleh Tuhan, yang disampaikan oleh Nabi Natan. Namun Tuhan berfirman bahwa anaknya lah yang kemudian akan membuat rumah bagi nama Yahweh dan dari keturunannya lah kerajaan Daud akan tetap kokoh untuk selama-lamanya.
Suatu usaha yang sangat baik dilakukan oleh Daud dengan mempersiapkan sebuah tanah yang dibeli dari Ornan, orang Yebus dengan cara yang benar. Ia membayar tanah tersebut dengan 600 syikal emas, suatu usaha untuk membela Perjanjian Allah dengan teladan keadilan dan kebenaran dalam usaha mendapatkan tanah itu.
Berbicara tentang Bait Suci sangat erat kaitannya dengan berdirinya suatu kerajaan di Timur Dekat Kuno pada masa pemerintahan Daud. Keturunan Daud harus dibangkitkan terlebih dahulu, sebelum keturunannya yang akan membangun rumah bagi Allah. Janji Allah tentang keturunan berada lebih penting dibandingkan dengan tegaknya sebuah kerajaan karena adanya rumah untuk Tuhan. Dengan kata lain Allah menghendaki dari Daud lahir sebuah dinasti (keturunan) yang akan dikokohkan Allah untuk selama-lamanya. Suatu pemerintahan yang didirikan oleh Allah sendiri, dan tidak dapat digoyahkan oleh siapa pun karena Allahlah yang mendirikannya.
Berbicara tentang keturunan, mempunyai arti kolektif, dan arti satu oknum yang mewakili keseluruhan kelompok. Janji keturunan Daud yang mendirikan Bait Allah bukan hanya berbicara tentang Salomo saja, tetapi juga tentang keturunannya yang tetap untuk berada di kerajaan yang kekal. Khesed dari Allah lah yang membuat Daud dan keturunannya tetap diperkenankan oleh Allah untuk proses kehadiran Mesias.
Keberadaan raja-raja adalah sesuatu yang dijanjikan oleh Allah sendiri (Kej. 17:6, 16; 35:11) yang kemudian diberikan Allah kepada Daud. Keberadaan kerajaan tidak berarti Allah melepaskan kekuasaan-Nya, akan tetapi Allah sendiri adalah pemiliki dari kerajaan itu. Pemerintahan yang teokrasi dan pemerintahan Daud adalah suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, karena keturunan Daud adalah milik Allah.
Pernyataan Allah tentang keberadaan Salomo (II Sam 7:14) yang disebut bahwa ia akan menjadi anak-Nya dan Allah akan menjadi Bapanya merupakan suatu hal yang disejajarkan dengan pemanggilan Israel kepada Allah (Ul. 32:6). Hal ini merupakan suatu perlakuan khusus Allah kepada Daud dengan peringatan bahwa Allah menyebut diri-Nya Bapa atas anaknya, dengan suatu pandangan bahwa ini adalah sebuah anugerah Ilahi. Meskipun demikian kasih bapa kepada anaknya juga terdapat teguran dan disiplin, meski hal tersebut tidak membatalkan perjanjian Allah yang dengan kedaulatan-Nya memilih Daud sebagai seseorang yang sangat mendapat perkenanan di mata-Nya.

IV. Perjanjian untuk kemanusiaan
            Perjanjian dengan Daud merupakan kelanjutan dari berkat-berkat Allah kepada pendahulunya. Pernyataan Allah di dalam II Sam 7 rupanya telah diikrarkan sebelum masa Daud. Antara lain:
1). Aku membuat besar namamu (II Sam. 7:9; bdg. Kej. 12:2, dll);
2). Aku menentukan tempat bagi umat-Ku Israel dan menamakannya (II Sam. 7:10; bdg. Kej. 15:18; Ul. 11:24-25; Yos. 1:4-5);
3). Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian (II Sam. 7:12; bdg. Kej 17:7-10, 19);  4). ia akan menjadi anak-Ku (II Sam. 7:14; bdg. Kel. 4:22);
5.). Aku akan mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu (II Sam. 7:23-24; bdg. Kej. 17:7-8; 28:21; Kel. 6:6; 29:45; Im. 11:45; 22:33; 23:43; 25:38; 26:12, 44-45; Bil. 15:41; Ul. 4:20; 29:12-13);
6). keunikan Yahweh (II Sam 7:22; bdg. Kel 8:10; 9:14; 15:11; Ul. 33:26; Mzm. 18:31; 89:6, 8); 7). keunikan Israel (II Sam. 7:23; bdg. Kel 1:9; Bil 14:12; Ul. 1:28-31; 5:26; 7;17-19; 9:14; 11:23, 20:1; 33:29);
8). penggunaan secara luar biasa ungkapan Tuhan Allah (II Sam. 7:18-19, 22, 28-29) yang tidak muncul lagi di Samuel dan Tawarikh.
            Penggunaan Tuhan Allah merupakan sesuatu yang sangat bermakna teologis, karena digunakan juga oleh Abraham. Dengan kata lain berkat yang pernah diterima oleh Abraham kini turun juga ke Daud. Dan saat Daud bertanya tentang apakah ia layak untuk menerima berkat tersebut, tentu saja tidak. Pemilihan Daud untuk memperoleh janji yang kekal ini hanya karena Khesed dari Allah.
Namun ada suatu pernyataan di dalam Terjemahan Lama, dalam ayat 19 b ada kalimat “maka ia itu menjadi bagi manusia suatu hukum.” Menurut Willis J. Beecher dan C. F. D. Erdmann, kata “ia itu” merupakan suatu keturunan. Dan hukum di sini bukan merujuk kepada Hukum Taurat, tetapi mengandung arti perjanjian. Sehingga Waiter Kaiser menyimpulkan kata “ia itu” merupakan perjanjian untuk kemanusiaan merujuk kepada janji yang telah disediakan Allah sejak jaman nenek moyang Daud, yakni Abraham. Suatu janji tentang menjadi berkat bagi semua bangsa.

V.  Kerajaan yang dijanjikan
            Anugerah Allah kepada Daud bukanlah seperti cek kosong yang bebas ditulisi dan digunakan sesuka hati. Dalam II Samuel 23:5 disebutkan bahwa Allah memelihara perjanjian-Nya kepada Daud untuk selama-lamanya dikarenakan kekudusan perjanjian-Nya. Namun bukan berarti perjanjian itu tetap terlaksana meskipun orang berlaku tidak setia, seperti yang dilakukan oleh orang Israel dengan melakukan pemberontakan terhadap Tuhan. Pengingkaran perjanjian dari keturunan Daud dengan berlaku bercela dihadapan Allah, tidaklah bersifat kolektif, akan tetapi dosa individu itu sendiri. Dosa dari keturunan Daud tidak bisa menghentikan rencana Allah yang kekal.
            Dosa keturunan para penerima tidak menghalangi rencana kekal. Namun dosa keturunan itu bisa menghambat dan janji kepadanya dihilangkan, namun sekali lagi itu adalah dosa personal. Sebejat apapun keturunan Daud di kemudian hari, namun tidak batalnya perjanjian merupakan bukti bahwa perjanjian itu adalah Perjanjian Kekal.
            Lebih jauh kita melihat bahwa kekekalan perjanjian ini erat kaitannya dengan kehadiran Yahweh di masa pemerintahan Daud. Tabut Perjanjian merupakan suatu unsur yang sangat penting di dalam sejarah bangsa Israel pada PL. Pada PL, Tabut Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat kultus. Kekudusan Allah baik secara lahiriah juga batiniah diwakilkan oleh Tabut Perjanjian ini. Ia menyatakan diri-Nya dengan rendah hati kepada orang Israel, meskipun Ia adalah Allah yang begitu luar biasa. Maka ketika Daud rindu untuk membuat nama Allah diam di Yerusalem, sebelum Salomo membuat Bait Allah, ia menyadari pentingnya Tabut Tuhan yang merupakan lambang kehadiran Yahweh di tengah-tengah umat-Nya.
Pengetahuan akan pentingnya Tabut Perjanjian membuat hubungan antar Tabut Perjanjian dan kerajaan Daud, keduanya tidak dapat terpisahkan. Salah satu Mazmur Daud, di dalam Mazmur 132 berkata tentang permohonan Daud kepada Allah untuk mengingatnya dan agar Allah berada di tempat perhentian-Nya. Meskipun sekali lagi adalah suatu hal yang bodoh untuk membatasi Tuhan yang Mahahadir pada suatu tempat, namun sekali lagi kemurah hatian-Nya yang mau membuat diri-Nya bersemayam di sebuah tempat.
            Selanjutnya penting juga bagi kita untuk melihat mazmur rajawi pada dinasti Daud merupakan suatu keterkaitan dengan kerajaan Allah. Mazmur rajawi berpusat kepada Daud, yang menjadi raja atas umat Tuhan. Di dalam Mazmur 2, sorotan kemenangan merupakan topik utama bukan hanya berbicara tentang pemerintahan Daud semata tetapi lebih dari itu focus utama dari mazmur ini adalah Kristus. Ungkapan: “hari ini telah Kuperanakkan engkau” merupakan suatu pernyataan kemenangan Kristus pada hari kebangkitan-Nya (Kis. 13:30-33) lewat ungkapan Paulus. Keberhasilan Daud di dalam II Sam 22 yang berkaitan dengan Mazmur 18 merupakan kegemilangan dari Daud. Namun lebih dari itu Nama Allah ditinggikan melalui kehidupannya, dan perjanjian Allah yang kekal semakin nampak jelas. Keterkaitan antara Mazmur 20-21, dan Kristus yang dinyatakan dalam Mazmur 45:7 yang menyebut bahwa diri-Nya adalah Elohim. Takhta Daud merupakan kiasan dalam Mazmur 45, Daud merupakan simbol Kerajaan Allah di bumi, dalam arti lain ia merupakan gambaran Allah di bumi. Selanjutnya Mazmur 72 berbicara tentang berkat, kekekalan dan kekuasaan kerajaan Daud.  
            II Samuel 7 dalam tafsirannya sangat erat keterkaitannya dengan Mazmur 89, ditambah dengan Mazmur 101 yang memohon bimbingan Allah, dan Mazmur 110 yang paling sering dikutip dalam Perjanjian Baru. Kedudukan nabi dan raja dikaitkan tentang Mesias, yakni raja dari suatu kerajaan Allah (Israel) yang kudus, dan Raja Daud juga dijadikan raja imam menurut Melkisedek, seperti Abraham pendahulunya. Lalu Mazmur 132 berbicara tentang tabut Tuhan yang dibawa ke Yerusalem dan digunakan untuk menahbiskan Bait Allah merupakan tanda bahwa sesungguhnya kerajaan Allah sungguh sudah ditegakkan oleh dinasti Daud. Merupakan tipologi dari kedatangan Yesus untuk menegakkan kerajaan Allah di muka bumi. Yang terakhir adalah Mazmur 144 yang menceritakan tentang kelepasan yang diberikan Allah kepada Daud. Mazmur-mazmur ini berbicara tentang keberhasilan seorang raja yang adil dan benar membawa umat pilihan kepada berkat, dan raja yang lalim kepada hukuman. Daud Yang Baru yakni Kristus adalah raja yang bijaksana, adil, dan sempurna yang akan memimpin sebuah umat di dalam Kerajaan Kekal.
            Sebuah kelanjutan tentang dinasti Daud di bawah pemerintahan Salomo merupakan suatu periode keberhasilan yang gilang gemilang pada awal pemerintahannya. Meskipun di kemudian hari Salomo sangat jauh dari gambaran Ilahi pada diri ayahnya, sekali lagi Allah menunjukkan bahwa janji-Nya adalah janji yang kekal. Allah yang setia yang memelihara perjanjian kekal-Nya.















Daftar pustaka:
1. C. Kaiser, Waiter, The Promise-Plan of God, A Biblical Theology of The Old Testament. Zondervan, Grand Rapids, Michigan, 2008.
2. B. Zuck, R., Teologi Alkitabiah Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2005.
3. Barth, C., Teologi Perjanjian Lama volume 2. Malang: Gandum Mas, 2005.
4. Burge, G., Palestina Milik Siapa?. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010.



[1] Barth, C., Teologi Perjanjian Lama volume 2. Malang: Gandum Mas, 2005. Hal 62
[2] C. Kaiser, Waiter, The Promise-Plan of God, A Biblical Theology of The Old Testament. Zondervan, Grand Rapids, Michigan, 2008. Hal 191.
[3] Barth, C., Teologi Perjanjian Lama volume 2. Malang: Gandum Mas, 2005. Hal. 111

Monday, February 23, 2015

PERSEMBAHAN YANG HARUM

PERSEMBAHAN YANG HARUM


Bagaimana sebuah persembahan kepada Tuhan dapat dikatakan sebuah persembahan? Persembahan berbicara tentang sesuatu yang dibakar dan dipersembahkan kepada Tuhan. Ketika Tuhan menguji Abraham untuk mempersembahkan anaknya Ishak, tentu bukanlah suatu hal yang mudah baginya. Namun Abraham yakin benar bahwa Allah adalah Allah yang selalu menepati janji-Nya karena dari Ishak lah akan lahir keturunan yang serupa dengan pasir di laut. Karena Abraham percaya bahwa Allah akan membangkitkan Ishak dari antara orang mati (Ibr. 11:19). Abraham tahu secara pasti kepada siapa dia beriman.
Begitu juga dengan persembahan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengasihi Tuhan yang tercatat di dalam Alkitab. Seperti halnya dengan kedua belas rasul, para martir Kristus, dan mereka yang bertahan dalam perjuangan iman.

Persembahan yang berbau harum adalah persembahan yang dipersembahkan secara benar. Saya teringat tentang peristiwa ketika Yesus membalikan meja-meja penukar uang di Bait Allah, dan juga pedagang-pedagang hewan kurban (Mat. 21:12-13). Ketika itu Tuhan Yesus begitu marah karena Rumah Bapa-Nya dijadikan sarang penyamun. Artinya ketika Yesus melakukan hal ini Ia melihat adanya ketidakadilan dan kecurangan yang dilakukan, yakni menjual hewan-hewan secara curang. Dengan kualitas rendah dan dijual dengan harga setinggi-tingginya mereka mau mendapat keuntungan yang besar! Mereka hanya menebalkan kantong mereka sendiri namun mereka memberikan persembahan yang buruk kepada Allah. Apakah Yesus ketika itu marah dengan orang yang membeli hewan kurban? Tentu saja tidak karena si pembeli tidak ada pilihan lain selain membeli di Bait Allah, sebab membawa hewan dari tempat yang jauh adalah hal yang sangat sulit dan mustahil. Yesus marah kepada orang yang menghalang-halangi orang untuk membawa persembahan yang baik kepada Allah. Persembahan yang harum adalah persembahan yang terbaik yang diberikan kepada Tuhan tanpa cacat cela.

Persembahan yang berbau harum adalah persembahan yang benar, dan apakah yang benar itu? Persembahan yang benar adalah seluruh kehidupan kita. Persembahan yang baik tidak berbicara tentang seberapa besar pemberian yang diberikan oleh seseorang. Saya membaca sebuah artikel, dan disitu ada sebuah statement yang menemplak saya. Bagaimana sebuah persembahan dapat dikatakan persembahan? Apakah ketika kita punya uang 100 juta dan kita memberikan 1 juta dapat dikatakan persembahan? Dalam artikel itu dikatakan bahwa sebuah persembahan cukup hanya dengan satu dollar saja. Namun persembahan satu dollar itu merupakan persembahan yang diberikan ketika orang itu hanya punya satu dollar itu saja! Artinya Tuhan merindukan kehidupan kita sebagai persembahan yang benar! Orang yang cinta Tuhan tidak akan hitung-hitungan dengan Tuhan, bahkan rela mempersembahkan bukan hanya harta tetapi seluruh hidupnya untuk Tuhan.

Kehidupan kita adalah persembahan terbaik yang dapat kita berikan kepada Tuhan. Sebelum pikiran saya diubahkan oleh Tuhan, saya selalu merasa bahwa kehidupan membawa saya kepada titik dimana saya bersungut dan tidak bersyukur untuk apa yang telah saya miliki, bersungut atas ketidakadilan, akan apa yang seharusnya saya peroleh lebih, atas apa yang saya kerjakan dan saya memperoleh yang tidak sesuai ekspektasi saya. Saya terkadang merasa ketidakadilan akan apa yang terjadi dalam kehidupan saya. Suatu ketika sehabis saya mengantar mama saya pergi ke suatu tempat, dan saya hendak pergi ke tempat lainnya saya yang merasa hidup ini tidak adil, Tuhan memberikan tidak seperti dengan apa yang saya harapkan begitu pikiran saya. Saya mulai membanding-bandingkan kehidupan saya dengan orang lain. Lalu saya berhenti di sebuah lampu merah di kawasan Gunung Sahari, tepat di depan markas Angkatan  Laut. Ketika itu sembari saya memberhentikan laju mobil yang saya bawa, seperti biasa ada orang-orang yang menjajakan dagangannya sembari berharap mendapat sedikit uang dari hasil penjualannya. Saya melihat seorang bapak-bapak mungkin usianya sekitar 30-an akhir. Tidak ada yang terlalu dapat banyak disedihkan dari bapak itu, dia menjual hiasan-hiasan seperti kuda-kudaan dari kayu. Dia tidak cacat, namun tentu saja peluh dan tampangnya yang kotor karena terkena polusi udara, asap kendaraan yang tidak karuan, serta teriknya panas matahari yang menyengat ketika matahari tepat berada di atas kepalanya. Saya masih begitu ingat waktu itu dia menggunakan topi berwarna abu-abu dan mengenakan handuk yang ditaruh dibawah topinya yang tentu ketika itu hari sangat panas. Lalu ada satu hal yang membuat saya menangis di dalam perjalanan, dan mulai menjadi titik perubahan dimana saya mulai mensyukuri kasih Tuhan di dalam hidup saya. Di tengah teriknya panas kala itu, saya melihat mukanya yang begitu letih, menjajakan dagangannya yang bahkan tidak ada yang laku satu pun. Entah mengapa waktu itu dia tersenyum, seakan hidupnya tidak memiliki beban. Kehidupannya yang sulit tidak menjadi rintangan baginya untuk tetap memiliki sukacita! Sungguh ketika itu saya tidak dapat berkata-kata, saya hanya sedih dan kemudian saya menangis karena saya begitu beruntung dan di satu sisi saya meminta maaf kepada Tuhan karena saya bukan seseorang yang baik. Saya merasa saya adalah orang yang baik, tetapi jauh di dalam hati saya bukanlah orang yang seperti itu! Saya sombong karena saya telah merasa bahwa diri saya baik. Entah mengapa waktu itu Tuhan mempertemukan kami, namun saya percaya ia telah menjadi berkat bagi saya.

Perlu diketahui ketika itu saya berada di semester 8 di sebuah sekolah Alkitab di Jakarta. Dalam hal ini bukan berarti saya ingin menjelek-jelekan status hamba Tuhan, akan tetapi saya sendiri juga adalah seorang manusia yang penuh dengan kekurangan. Dan ketika saya sampai di detik ini saya menyadari bahwa saya sungguh orang berdosa yang mendapat kasih karunia Tuhan. Sekalipun seringkali saya tidak setia, saya bersungut-sungut, saya kurang ajar, dan apa yang saya lakukan tidak mencerminkan karakter Tuhan, Tuhan tetap memelihara saya di dalam kasih dan anugerah-Nya sehingga saya dapat diubahkan Tuhan.

Kini, fokus saya sekarang bukan pada apa yang saya peroleh, tetapi pada apa yang dapat saya berikan sebagai ganti kebaikan Tuhan di dalam kehidupan saya. Saya memperoleh kasih karunia yang sebenarnya tidak pantas diberikan kepada saya sebagai orang berdosa. Mempersembahkan hidup kita, dan dimulai dengan memberikan diri ke dalam sebuah proses pembentukan ilahi agar hidup kita semakin indah di hadapan-Nya. Nikmati saja prose situ, karena hasilnya pasti sangat indah J. Allah memberikan kepada anak-anak yang dikasihi-Nya masa depan yang penuh dengan harapan. Begitu banyak yang ingin saya sharingkan, akan tetapi tentu saja hal itu akan membuat banyak hal yang melenceng jauh.

Fokus saya kini adalah menjadi orang yang berlaku baik kepada orang yang bahkan tidak memperlakukan saya secara baik. Saya belajar menjadi lebih sabar, padahal dulu sumbu saya pendek sekali. Saya belajar merendahkan hati, padahal dulu saya sombong luar biasa bahkan tidak sedikit yang kesal kepada saya :D. Namun puji Tuhan banyak dari hubungan kami yang sudah dipulihkan. Saya belajar bersyukur akan pelayanan saya di ladang Tuhan, dan mensyukuri bahwa Tuhan begitu baik memberikan kepada saya kasih karunia untuk melayani-Nya di sebuah gereja lokal di Jakarta sebagai seorang fulltimer.

Kehidupan saya yang dulu sudah begitu banyak berubah, dan saya yakin dan percaya semua karena Roh Kudus, semua karena kemurahan Tuhan! Kalau saya melihat kembali ke belakang tentu perubahan saya bukan karena kemampuan saya, bahkan saya tahu saya tidak akan pernah dapat melakukannya. Rasa optimistis saya tumbuh, karena saya tahu Tuhan yang memampukan saya untuk menjadi seperti-Nya. Sungguh dangkal untuk optimistis terhadap hal-hal yang hanya bertujuan memuaskan kedagingan kita, tetapi ketika kita merindukan perubahan kerohanian tentu saja Tuhan akan menjawab kerinduan kita asalkan kita mau melewati proses pembentukan.

Persembahan yang benar adalah kehidupan kita, dan bukan pada apa yang tampak yang kelihatan di hadapan orang-orang, tetapi integritas diri bahkan ketika orang tidak memandang atau memperhitungkan kita. Saya juga bersyukur bahwa saya punya orang-orang di sekitar yang membantu saya untuk terus maju melayani Tuhan, dan juga banyak hal-hal baik. Milikilah komunitas yang membangun!

Bersyukurlah selalu, bersukacitalah senantiasa dalam segala keadaan, selalu bersemangat melayani Tuhan karena Tuhan sudah mengasihi kita terlebih dahulu. Kiranya artikel saya kali ini dapat memberkati para pembaca sekalian, dan saya berdoa saudara yang membaca artikel ini dapat mengalami kasih Tuhan yang sama seperti yang saya alami. Sungguh mengingat kebaikan Tuhan membuat saya ingin berbagi agar orang-orang mengalami kasih Tuhan seperti yang telah saya alami.

Tuhan Yesus baik, dan memberkati kita sampai Maranatha Yesus datang kembali dalam kemuliaan-Nya. Halleluya