Wednesday, October 15, 2014

Allah Sang Pencipta (creatio ex nihilo, penciptaan dari ketiadaan)

A.    DEFINISI
Creatio ex nihilo berasal dari bahasa Yunani, yang dalam bahasa Inggris berarti creation out of nothing[1] yang diartikan penciptaan dari suatu ketidak adaan atau kenihilan. Rupanya istilah creation ex nihilo ini lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran Yunani/Helenis dibandingkan dengan pemikiran Yahudi itu sendiri atau bangsa-bangsa lain di sekitarnya.
Ketidak beradaan adalah suatu keadaan ketika alam semesta dijadikan, tidak ada sesuatu pun materi yang dipakai untuk membantu prosesnya, melainkan hanya Firman Allah saja. Keputusan penciptaan Ilahi tidak didahului oleh suatu bahan apa pun yang telah ada dari macam apa pun juga. Hal ini berarti suatu keadaan tentang ketiadaan ini meniadakan pandangan tentang adanya suatu unsure lain di luar yang Ilahi, dan yang kemudian dipakai Allah dalam proses penciptaan (paham ini dipegang oleh penganut Pantheisme = alam semesta sama dengan Tuhan). Namun manusia sebagai yang paling istimewa diciptakan dari materi yang sudah ada (debu dan tanah), diciptakan serupa dengan gambar-Nya, dan  dihembusi nefesy Allah maka disitulah letak dari keistimewaannya, yang berbeda dengan ciptaan lain yang diciptakan dari Firman Allah saja.
1.      Christoph Barth
Creation ex nihilo dipahami sebagai menciptakan dari yang tiada, yang berbeda dengan bara yang berarti menciptakan yang belum pernah ada. Maksudnya adalah ex nihilo berarti penciptaan yang berangkat dari ketiadaan atau suatu keterangan waktu, sedangkan bara berarti menciptakan sesuatu yang belum pernah ada sebagai suatu keterangan sifat atau eksistensinya.
Penciptaan merupakan suatu tindakan Allah terhadap alam semesta, dengan terpusat pada umat pilihan-Nya yakni Israel. Pada masa pembuangan ke Babel, mereka yang putus asa terhadap janji Allah, diingatkan kembali dengan peristiwa penciptaan ini yakni bahwa Allah semesta alam yang menciptakan segala sesuatu adalah Allah Israel, Allah mereka yang tidak melupakan janji-Nya. Penciptaan merupakan landsan bagi perjanjian yang hendak dipahami dalam terang karya penyelamatan yang berintikan pada Yesus Kristus.
2.      Yonky Karman
Kata kerja Ibrani yang dipakai untuk mendukung istilah creatio ex nihilo adalah bara yang berarti menciptakan, dan kata kerja tersebut hanya disematkan kepada tindakan Allah yang menciptakan. Maka yang paling jelas peristiwa tentang penciptaan yang terdapat di dalam Kejadian 1 ini berbicara tentang suatu usaha Allah menciptakan atau mengubah sesuatu secara radikal dari bentuk yang kosong atau juga berarti tidak berbentuk (chaos=kacau balau) menjadi berbentuk, dan dijadikan dengan keadaan bahwa semuanya baik adanya.
Lalu ada hal yang menjadi pertanyaan tentang dari mana chaos ini berasal. Opsi pertama adalah chaos ini bukan berasal atau diciptakan oleh Allah, yang berarti sebelum dunia dijadikan sudah ada peristiwa atau masa chaos yang bersama-sama dengan Tuhan. Sedangkan opsi lainnya, chaos ini diciptakan oleh Allah, sehingga dualisme ini tidak sepenuhnya menjawab tentang dari mana chaos ini berasal dan ada baiknya untuk tidak memaksakan hal tersebut karena apabila sebuah teks narasi ini tetap bertahan secara konsisten terhadap suatu doktrin creation ex nihilo.
3.      William Dyrness
Creation ex nihilo sangat berkaitan dengan bara karena istilah inilah yang paling mendekatinya. Tidak ada kata kerja dalam bahasa Ibrani yang benar-benar mewakili istilah ini. Creation ex nihilo yang berarti penciptaan tanpa menggunakan suatu unsure material yang telah ada, namun Ia menciptakan segala sesuatu yang tadinya belum ada. Proses penciptaan dari ketiadaan ini menyatakan bahwa mahluk ciptaan Allah tidak mungkin terlepas dari Allah sebagai Pencipta, namun mahluk ciptaan bukanlah Allah.
4.      Kesimpulan
Maka dalam melihat segala peristiwa yang telah terjadi dari proses penciptaan creation ex nihilo dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kata yang paling mendukung untuk menyatakan istilah tersebut adalah bara, meskipun bara sendiri tidak mewakili secara utuh, istilah creation ex nihilo tersebut.
Kata bara yang dipakai untuk peristiwa ketika Allah menciptakan dalam enam hari merupakan suatu kata kerja yang hanya dipakai oleh Allah saja, dan tidak disematkan pada oknum lain. Penciptaan dari ketiadaan atau suatu unsure yang belum eksis sama sekali, dan kemudian menjadi ada, menyatakan suatu hal bahwa hal ini hanya dapat dikerjakan oleh Allah saja dan tidak dapat dilakukan oleh oknum lain. Peristiwa bara ini menyatakan bahwa Allah tidak terikat pada satu materi pun dalam menciptakan apa yang diinginkan-Nya, karena hanya perlu dengan menggunakan Firman saja. Namun yang menjadi perbedaan adalah manusia yang dibentuk dari suatu materi yang sudah diciptakan Allah sebelumnya yakni debu dan tanah.

B.     PROSES
1.      Ketiadaan semesta
Yang mewakili keadaan ini adalah kata bara yakni sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ada, yang membicarakan hakekat dari eksistensi Allah yang telah ada sebelum segala sesuatu ada dan menjadikan seturut apa yang dikehendaki-Nya. Ia menciptakan langit atau yang biasa juga diartikan sebagai surga (syamayim), dan juga bumi (erets) beserta segala isinya. Manusia sebagai makhluk utama dalam dunia ciptaan yang harus ia manfaatkan dengan penuh tanggung jawab.[2]
2.      Penciptaan melalui Firman
Allah menciptakan langit dan bumi dengan Firman yang berwibawa , dengan keadaan akhir bahwa semuanya baik, dan baik sekali bagi manusia. Segala sesuatunya selesai dan dijadikan seperti apa yang dimaksudkan Allah. Melalui Roh-Nya dan Hikmat-Nya, Ia menetapkan dan menjadikan segala sesuatu dalam alam semesta.
Penggunaan Firman, menyatakan transendensi Allah yang hanya perlu berkata saja untuk menjadikan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya, dan tidak memerlukan suatu usaha yang keras atau sulit bagi-Nya untuk menjadikan apa yang Ia inginkan. Allah berdaulat dan mengontrol dunia ciptaan, dan oleh karena itu Ia adalah Raja (Mzm. 93:95-99).
3.      Tuhan berkuasa atas kegelapan dan kekacauan
a.      Barth
Tuhan dipuji karena Ia berhasil mengalahkan, dan menang atas kekacauan. Disebutkan bahwa musuh Allah pada kekacauan itu seperti Rahab, Babel, Mesir, Lewiatan, dan kuda Nil yang akhirnya dikalahkan dan Allah berhasil menciptakan keteraturan (hal ini banyak dipengaruhi oleh ideology Kanaan). Kekacauan yang telah dikalahkan oleh Allah, seringkali juga dipakai oleh-Nya sebagai tanda murka kepada manusia, sehingga keadaan seolah-olah menjadi kacau. Namun yang perlu kita ingat bahwa kekacauan “telah ditaklukan” dan Ia berkuasa atas segala ciptaan-Nya. Dalam hal ini Barth memandang bahwa kekacauan adalah musuh Allah.
b.      Dyrness
Penggunaan mitologi Kanaan seperti yang terdapat dalam uraian Barth, mitos-mitos ini dimiliki oleh semua orang, dan bukan primitive saja. Dalam proses penciptaan, penggunaan mitologi-mitologi dari asing yang dimasukkan ke dalam kitab-kitab orang Ibrani (PL) seperti halnya yang ditafsirkan dalam Mazmur 74, menegaskan bahwa hal tersebut tidak berarti ada persaingan antara dewa-dewa asing, tetapi menunjukkan kekuasaan Allah yang berdaulat, mutlak, dan selalu menang atas lawan-lawan-Nya. Hal ini bukan berarti orang Israel memiliki pandangan tentang adanya penciptaan di luar konsep Kejadian, tetapi bahwa Allah memiliki keunggulan dan jauh melebihi dewa-dewa orang asing yang berada di luar Israel. Dalam hal ini Dyrness memandang bahwa kekacauan adalah kuasa-kuasa yang menentang Allah, seperti halnya dengan Barth.
c.       Yonky Karman
Penciptaan merupakan bukti bahwa Allah menang melawan kekacauan dan kekuatan yang potensial untuk membuat kekacauan. Dan orang Israel meyakini bahwa ada suatu kuasa yang bersifat merusak atau mengacau, sehinga esensi dari penciptaan adalah suatu keteraturan dari kekacauan, dan bukan dari tidak ada menjadi ada.
4.      Keadaan bahwa semuanya baik dan pemeliharaan Allah kepada ciptaan-Nya
a.      Barth
Tuhan menciptakan langit dan bumi dengan baik sekali. Langit yang biasa dipandang surga dan juga bumi semuanya adalah kepunyaan Tuhan dan semuanya sempurna. Semuanya dijadikan seturut rencana dan maksud-Nya, sekali pun manusia jatuh ke dalam dosa dengan pemberontakan, Allah tetap memelihara.
b.      Dyrness
Segala sesuatu yang telah diciptakan Allah adalah baik, meskipun manusia jatuh ke dalam dosa, hal tersebut tidak tidak menyeluruh dan tidak mengubah kebaikan hakiki dari ciptaan. Ciptaan mencerminkan kemuliaan-Nya dan kebaikan-Nya. Dalam konsep dan cara pandang Ibrani, kuasa Allah dalam menentukan peristiwa alam dan segala sesuatu yang menjadi tanda tentang kebesaran-Nya. Ciptaan tidak hanya baik, tetapi juga diciptakan untuk menyatakan kemulian-Nya.
c.       Yonky Karman
Dunia diciptakan dengan baik dan diberkati. Kejatuhan manusia ke dalam dosa sekali pun tidak berpengaruh sepenuhnya terhadap keadaan baik itu. Keadaan ini menolong umat untuk mengerti Tuhan Allah ketika mereka mengalami krisis iman, dengan menyatakan bahwa segala sesuatu yang diciptakan-Nya baik dan di bawah pengetahuan dan kekuasaan-Nya.


C.    TEORI YANG MENENTANG PENCIPTAAN: EVOLUSI/GAP
a.       Teori evolusi
Teori ini berkembang dengan begitu pesat didasari oleh pemikiran Charles Darwin yang menyatakan bahwa hasil dari homo sapiens dikarenakan oleh suatu proses evolusi jutaan tahun. Induk dari manusia adalah kera, yang mengalami perubahan genetis karena seleksi alam. Tidak semua kera dapat menjadi manusia.
Hal ini tentu saja bertentangan dengan ajaran Alkitab, bahwa Allah menciptakan manusia dengan menciptakannya dari debu dan tanah serta dihembusi dengan nafas kehidupan. Tentu saja kita harus menolak paham ini karena tidak sesuai dengan kebenaran Alkitab, karena manusia tentu saja diciptakan oleh Tuhan dengan guratan tangan-Nya semata. Ketika dihembusi nafas kehidupan, maka saat itu juga manusia pertama yakni Adam, eksis sepenuhnya.
b.      Gap
Teori ini dikembangkan pertama kali oleh George H. Pember pada abad ke-19, dimana pada kedua ayat tersebut terdapat jurang jutaan tahun. Teori ini memandang bahwa ada gap antara Kejadian pasal 1 antara ayat pertama dengan ayat sesudahnya. Disebutkan bahwa dalam waktu tersebut ada sebuah gap di mana dikisahkan tentang kejatuhan Iblis dan juga eksistensi dari dinosaurus. Paham ini berusaha untuk menghubungkan antara ilmu pengetahuan dengan Alkitab, meskipun sebenarnya hal perihal teori ini tidak bisa diterima sama sekali.
Ayat pertama bukanlah suatu hal terpisah yang menjelaskan ada suatu peristiwa pada ayat tersebut dan terjadi jarak waktu yang lama dengan ayat setelahnya, tetapi ayat pertama merupakan “synopsis” bagi ayat selanjutnya, seperti halnya dengan penciptaan manusia pada Kejadian pasal satu yang kemudian dijelaskan secara terperinci dan detail pada ayat kedua.

Daftar pustaka:
1.       Dyrness, William, Tema-tema Dalam Teologi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas. 2009.
2.       Barth, Christoph, Teologi Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK. 2012.
3.       Karman, Yonky, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. Jakarta: BPK. 2012.
4.       Evangelical Dictionary of Biblical Theology. Michigan: Baker Books. 1996. Editor: Walter A. Elwell.
5.       Ensiklopedi Alkitab Masa Kini vol. 1Jakarta: YKBK. 2011.
6.       Ensiklopedi Alkitab Masa Kini vol. 2Jakarta: YKBK. 2011.
7.       Ridenour, F., Dapatkah Alkitab Dipercaya. Jakarta: BPK.



[1]  Robert J. V. Hiebert, “creation” dalam Evangelical Dictionary of Biblical Theology, ed. Walter A. Elwell, (Michigan: Baker Books. 1996),  133.
[2] Christoph Barth, Teologi Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK. 2012. Hal. 24.

1 comment:

  1. Creatio ex nihilo itu ujung dari pertanyaan para filosof mengenai apakah alam ada awalnya atau tidak. Jika ada awalnya maka alam tercipta pada waktu tertentu dan sebelumnya tidak ada. Lalu muncul pertanyaan jika alam tercipta pada waktu tertentu, apa yg menjadi syarat syarat tertundanya terciptanya alam, mengapa tidak waktu waktu sebelumnya dan bagaimana cara menjelaskan Allah yang tanpa awal, baru mencipta alam pada waktu tertentu, mengapa tidak bersamaan dengan eksistensi Allah yg tanpa awal, sebagaimana cahaya dengan matahari. Ketika matahari ada maka cahaya akan muncul secara niscaya, tidak mungkin cahayanya tertunda jika matahari sudah ada. Mengapa alam tidak serta merta mengikuti Allah yang tanpa awal. Pertanyaan berikut nya bagaimana menjelaskan sesuatu yg wujud dari semula tidak ada? Bagaimana mungkin sesuatu yg tidak ada menjadi ada? Bagaimana mungkin alam terwujud dari ketiadaan?

    Dititik inilah Herbert Spencer berpendapat pertanyaan asal usul alam semesta sebagai the great unknowable..filosof yg begitu detil mengulas topik ini antara lain Al Ghazali (Tahafut Alfalasifah - kerancuan pemikiran para filosof) dan IBN Rush (averoes) Tahafut ut Tahafut ( respon atas buku Tahafut Alfalasifah). Pertanyaan pokoknya adalah apakah alam ada awalanya atau tidak. Apakah alam diciptakan atau tidak. Jika diciptakan siapa penciptanya dan bagaimana menyifati sang pencipta ? Darimana sumber pengetahuan yg valid yg menjadi dasar pijakan utk mendeskripsikan sang pencipta, suatu pemikiran atau pembuktian yg kokoh dst.

    ReplyDelete