Wednesday, October 15, 2014

MANUSIA SEBAGAI PENYANDANG GAMBAR ALLAH

MANUSIA SEBAGAI PENYANDANG GAMBAR ALLAH

A.    DEFINISI
a.      Christoph Barth
Manusia memperoleh status penyandang gambar Allah karena Allah menjadikan manusia menurut gambar dan rupa-Nya dengan tujuan adanya suatu hubungan timbal balik antara Ia dan mahluk ciptaan-Nya. Hubungan timbale balik ini memberikan kewajiban bagi manusia untuk bertanggung jawab atas apa yang telah diberikan Allah kepada mereka. Manusia seutuhnya dijadikan untuk bersekutu dengan Khalik dan sesamanya; inilah ”gambar Allah” yang ada padanya.[1]
Gambar Allah yang ada pada diri manusia terdapat pada hubungan dan interaksi antara mereka dengan Allah dan sesama. Manusia dibuat hampir sama dengan Allah, dan mereka dimahkotai kemuliaan dan hormat, hal inilah yang menyatakan gambar Allah pada diri mereka. Manusia harus memelihara ciptaan Allah, dengan rasa penuh tanggung jawab.
b.      William Dyrness
Manusia diciptakan menurut gambar Allah untuk mempunyai suatu hubungan khusus dengan Allah, untuk memuliakan Allah. Manusia mencerminkan gambar Allah dan memiliki suatu kekuasaan untuk memerintah (Kej. 1:26). Gambar menunjukkan kemiripan antara Allah dengan ciptaan-Nya, dan kekuasaan manusia yang mencerminkan kekuasaan Allah atas ciptaan-Nya, dan manusia harus mengusahakan ciptaan Allah yang sudah dipercayakan kepadanya dan diberkati Allah untuk menikmati hasil pekerjaannya.
Gambar Allah menunjuk kepada keberadaan manusia yang berkepribadian dan bertanggung jawab di hadapan Allah, yang pantas untuk mencerminkan Pencipta mereka dalam pekerjaan yang mereka lakukan, serta mengenal dan mengasihi Dia dalam segala perbuatan mereka.[2]
c.       Yonky Karman
Gambar Allah bersifat fungsional, yakni manusia ditempatkan oleh Allah dalam bumi untuk menunjukkan kedaulatan-Nya dengan cara menaklukan dan berkuasa atas bumi (Kej. 1:28). Manusia memiliki relasi yang istimewa dengan Khalik karena memiliki kewajiban untuk memelihara ciptaan dan menguasai alam.
Di sisi lain ada tafsiran yang menyatakan bahwa gambar Allah berarti tselem atau rupa Allah dalam wujud metafora yang harafiah. Artinya manusia merupakan representasi Allah secara fisik. Namun dalam hal ini saya lebih setuju kepada pengertian yang pertama mengenai gambar Allah.
d.      Charles Ryrie
Gambar Allah mengarah kepada kemampuan mereka untuk berpikir yang ketika manusia jatuh ke dalam dosa, gambar Allah tidak lenyap, meskipun gambar itu menjadi rusak. Kelahiran kembali dalam Kristus lah yang memulihkan gambar diri manusia yang rusak.
e.       Kesimpulan
Gambar dan rupa memiliki kesamaan konsepsi dan tidak ada perbedaan karena hal tersebut merupakan sesuatu yang sederajat. Gambar dan rupa Allah berarti manusia diciptakan Allah untuk menjadi representasi-Nya di muka bumi yang bertugas untuk menguasai dan mengelola hasil ciptaan-Nya di muka bumi, dan hal itulah yang menjadi tanggung jawabnya sebagai gambar Alah. Selain itu manusia diberikan kemampuan oleh Allah untuk dapat berkomunikasi dengan-Nya dan sesama.

B.     PROSES PENCIPTAAN: LAKI-LAKI, PEREMPUAN (PENOLONG YANG SEPADAN)
a.      Christoph Barth
Allah berinisiatif untuk menciptakan manusia (Kej. 1:26-28) dan menciptakan manusia laki-laki pertama, dan kemudian perempuan yang berasal dari tulang rusuk laki-laki. Perihal Kejadian 2:4-23 tidak berarti bahwa perempuan yang diciptakan kemudian sebagai penolong memiliki kedudukan yang lebih rendah daripada laki-laki. Kata kerja menolong (azan) menunjukkan bahwa penolong lebih kuat dari yang ditolong atau setidak-tidaknya sejajar. Hanya penolong yang sepadan yang mungkin membantu.
Kejadian 1 dan 2 sepakat melihat manusia dalam bentuk laki-laki dan perempuan sebagai mitra yang setingkat-sederajat yang hendak saling menolong, bukan dalam keluarga saja, melainkan juga dalam masyarakat luas. Demikianlah manusia menurut rencana Allah.[3]
b.      William Dyrness
Manusia diciptakan untuk memerintah, baik laki-laki maupun perempuan. Allah mengambil debu tanah untuk menciptakan manusia pertama, dan tidak mengambilnya dari hewan yang otomatis meruntuhkan kepercayaan bahwa manusia berasal dari hewan. Manusia diciptakan dari materi yang telah ada.
Manusia diciptakan untuk saling mengasihi. Manusia memerlukan manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya akan perasaan sempurna dan lengkap. Manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan sehingga masing-masing orang merasa tidak lengkap tanpa yang lain, dan keduanya sama derajatnya di hadapan Allah.[4]
c.       Yonky Karman
Manusia pertama laki-laki diciptakan lebih dulu dan kemudian perempuan dijadikan dari tulang rusuk laki-laki (Kej. 2:21-23), meskipun kemudian manusia sama-sama menyandang gambar Allah (Kej. 1:27).
Kehadiran perempuan sejak pertama kali diciptakan berfungsi sebagai ezer kenegdo (Kej. 2:18, 20 yang berarti penolong yang sepadan) sehingga dapat dilihat bahwa penggunaan kata jamak untuk manusia pada Kejadian 1:27 dimana gambar Allah adalah sama baik bagi laki-laki maupun perempuan. Perempuan sebagai penolong tidak dipandang bahwa mereka lebih rendah dari laki-laki. Istri sejajar sebagai pendamping dan menjadi mitra bagi suaminya.
d.      Charles Ryrie
Ketika Allah menciptakan Adam, Ia mengambil debu tanah dan menghembuskan nafas hidup supaya menjadi mahluk hidup (Kej. 2:7). Debu tanah sebagai unsure kebendaan, sedangkan nafas Allah sebagai yang memberikan hidup.
Secara tersurat Charles Ryrie tidak memaparkan tentang konsep Hawa sebagai penolong yang sepadan, namun dijelaskan bahwa ketika Iblis menawarkan buah yang dianggapnya baik untuk dimakan ia memberikan juga buah itu kepada Adam, dengan tujuan bahwa untuk memberikan yang lebih baik bagi Adam merupakan tanggung jawabnya. Selain itu disebutkan bahwa Hawa juga memiliki rasional.
e.       Kesimpulan
Adam sebagai manusia yang diciptakan pertama kali dan dibentuk melalui debu tanah oleh Allah dan dihembusi nafas-Nya. Dan kemudian Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Manusia menyandang status gambar Allah baik laki-laki maupun perempuan (Kej. 1:27). Hal ini membuktikan bahwa laki-laki tidaklah lebih superior dibandingkan dengan perempuan, sebab perempuan diciptakan sebagai penolong yang sepadan, dan hal itu berarti harus lah ia menolong laki-laki yang dipandang oleh Tuhan tidak baik bahwa ia seorang diri, sebab baik hewan atau tumbuhan tidak ada yang sepadan dengan manusia.

C.    SETARA NAMUN BERBEDA (setara dalam hal apa, berbeda dalam hal apa)
Perihal sepadan, dapat kita pandang bahwa hal tersebut memiliki kesamaan dengan setara. Artinya tidak ada sebuah perbedaan sebab dimana ada sebuah kesepadanan yakni tidak ada perbedaan di antaranya. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa tidak ada perbedaan. Namun baik manusia, laki-laki atau perempuan memiliki kesetaraan dan perbedaan.
Manusia diciptakan sepadan baik itu laki-laki atau perempuan. Mereka setara dalam:
1.      Kelahiran: perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, namun laki-laki lahir dari rahim perempuan.
2.      Tanggung jawab: baik laki-laki maupun perempuan diciptakan dengan tanggung jawab dari Tuhan untuk beranak cucu, serta mengelola bumi dan mengusahakannya (Kej. 1:26; 28-29).
3.      Berkat: meskipun manusia jatuh ke dalam dosa, namun baik laki-laki ataupun perempuan tetap diberkati, tanpa memandang bahwa Hawa yang menghasut Adam.
4.      Penyusun: terdiri dari materi dan non materi. Memiliki jiwa, roh, hati, hati nurani, pikiran, daging, dan kesadaran.
5.      Kejadian 1:27:
a)      Dan Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya;
b)      Menurut gambar Allah menciptakan dia;
c)      Laki-laki dan perempuan Ia menciptakan mereka.
6.      Perkawinan: Kejadian 2:22-25 memperkenalkan perkawinan yang ideal adalah monogamy, sehingga keduanya menjadi satu daging.
            Manusia diciptakan sepadan baik itu laki-laki atau perempuan. Namun mereka berbeda dalam perihal:
1.      Pekerjaan: Adam mengusahakan dan memelihara taman (Kej. 2:15), yang dalam hal ini secara eksplisit menyatakan bahwa Adam yang mengusahakan tanah. Jadi, mungkin sekali pada mulanya tanah bukan wilayah tanggung jawab Hawa. Tanggung jawabnya berkenaan dengan anak, sedangkan Adam berpeluh di luar.[5]
2.      Memberi nama: Adam lah yang memberi nama binatang hutan dan burung di udara. Dalam hal ini Hawa tidak membantu Adam, karena Hawa baru muncul setelah itu.
3.      Penciptaan: Adam diciptakan dari debu tanah, sedangkan Hawa dari tulang rusuk Adam.
4.      Kelahiran: hanya perempuan yang dapat melahirkan.

D. MASALAH GENDER: TEOLOGI FEMINIS
Ketika Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, keduanya memiliki tugas untuk saling melengkapi dan memiliki kedudukan yang sederajat. Namun setelah kejatuhan mereka ke dalam dosa ada suatu pergeseran dari apa yang Allah kehendaki atas mereka. Dominasi laki-laki atas perempuan tidak berakar dalam kehendak Allah, tetapi merupakan akibat dosa.
            Hal permasalahan gender ini sangat Nampak dalam PL. Bahkan sampai kini hal-hal seperti itu masih banyak terjadi. Wanita hanya sekedar objek saja dan tidak memiliki peran yang signifikan atau penting dalam bermasyarakat. Mereka selalu menjadi objek, bahkan dapat diperlakukan semena-mena oleh laki-laki. Dalam dunia dimana menjunjung tinggi patriarkhi dan peran laki-laki, maka tidak heran perempuan hampir tidak mendapat tempat sama sekali atau bahkan diperhitungkan baik dalam pemerintahan dan segala aspek lain dalam kehidupan. Istilahnya perempuan hanya menjadi penggembira saja.
            Hal seperti ini sebenarnya bukanlah seperti apa yang diharapkan Tuhan. Perempuan bukanlah makhluk lemah dan bukan objek sekunder semata namun mereka harus memperjuangkan haknya untuk memperoleh kedudukan yang sederajat. Wanita bukanlah pelampiasan dari seks laki-laki, tetapi baik keduanya dalam hubungan suami istri, perkara seks adalah sesuatu yang harus berdiri sama tingginya.
            Dilihat dari jaman ke jaman, dunia memang sangat dipengaruhi oleh factor politik dimana yang kuat lah yang berkuasa. Hal inilah yang sangat besar dikuasai oleh laki-laki seperti mencari materi, status, dan kekuasaan yang membutuhkan sebuah kekuatan fisik dan keuletan untuk bersaing yang biasanya sangat berkaitan erat dengan sifat maskulin. Artinya dalam hal ini laki-laki menyetir apa yang terjadi dan wanita seolah-olah tidak dapat melakukan apa-apa, sehingga secara otomatis mereka dijajah oleh laki-laki.
            Kemudian muncullah sebuah reaksi terhadap dominasi laki-laki dan gerakan ini disebut dengan feminisme. Menurut feminism, kualitas feminine seperti memelihara atau pasif bukanlah sifat kodrati perempuan.[6] Yang kuat yang berkuasa, yang lemah ditindas sehingga wilayah kekuasaan adalah milik laki-laki. Sehingga gerakan feminism memperjuangkan perempuan untuk diakui oleh pria dengan menggunakan kategori maskulin.[7] Namun hal ini juga salah sebab ketika seorang wanita ingin mendominasi wanita secara kodrat mereka telah menyalahi aturan tersebut, sebab Tuhan menciptakan perempuan untuk melengkapi laki-laki dimana laki-laki lah yang seharusnya bekerja. Maka hal ini perlu lebih dipandang bahwa emansipasi lebih baik daripada feminisme.[8]

E. KEJATUHAN MANUSIA: FAKTOR PENYEBAB, DAMPAK/AKIBAT
I. Penyebab
Ketika perempuan ditawari oleh ular tentang buah pengetahuan yang baik dan jahat, maka dalam hatinya perempuan mulai mencurigai Allah tentang larangan-Nya tentang memakan buah tersebut. Dalam hatinya mulai timbul keinginan untuk menyamai Allah, dan ia tidak mau dibatasi oleh perintah Allah. Pelanggaran terhadap perintah Allah merupakan dosa aktif dari perempuan dimana sebagai makhluk terbatas manusia yang diberikan keleluasaan tetap diberikan patokan, namun mereka gagal dan jatuh ke dalam dosa.
Dosa masuk karena suatu keputusan yang secara bebas diambil oleh Adam dan Hawa dalam Kejadian 3. Cobaan untuk tidak menurut pada perintah Allah datang dari luar diri mereka sendiri (ular) meski masih dalam tatanan ciptaan. Kejahatan tidak berasal dari Allah tetapi dari kekuatan jahat yang ada di dalam tatanan ciptaan. Sifat memikirkan diri sendiri untuk menjadi jauh melebihi batas yang ditentukan Allah bagi mereka merupakan akar segala dosa.

II. Dampak
a.       Manusia
·        Putusnya hubungan persekutuan antara Allah dan manusia. Badan dan jiwa manusia dibawa kepada kematian. Setelah Adam dan Hawa mengalami pemisahan rohani maka mereka mengalami proses pembusukan pada tubuh yang membawa pada kematian jasmani (Rom. 5:12).
·        Wanita akan hamil dengan rasa sakit dan kesusahan begitu juga dalam kelahiran.
·        Mementingkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain (pembelaan Adam kepada Tuhan bahwa Hawa yang menawarinya).
·        Pengusiran manusia dari Taman Eden. Hal ini juga berkaitan dengan putusnya persekutuan antara Allah dan manusia, yang berarti rusaknya gambar Allah dalam diri manusia.
·        Kecenderungan untuk berbuat dosa.
·        Laki-laki mendominasi perempuan (jenjang kewenangan – 1 Kor. 11:3; 14:34; Ef. 5:24-25; Tit. 2:3-5; 1 Pet. 3:1, 5-6).[9]
·        Saling membunuh, membalas dendam.
b.      Ciptaan lain
·        Hubungan antara manusia dan binatang terganggu. Jika dahulu tumbuhan dan buah berbiji yang menjadi makanan manusia, sekarang daging dan ikan juga menjadi makanan manusia (Kej. 9:2-3).
·        Ular akan berjalan melata menggunakan perutnya (Kej. 3:14).
·        Permusuhan antara keturunan iblis dan keturunan wanita (Kej. 3:15).
·        Iblis memberi penderitaan bagi Kristus (salib), namun itulah yang menjadi kekalahan bagi iblis (Kej. 3:15).
·        Tanah dikutuk sehingga Adam harus bersusah payah bekerja mengupayakan tanahnya (Kej. 3:17-24).

Daftar pustaka:
1.       Dyrness, William, Tema-tema Dalam Teologi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2009.
2.       Barth, Christoph, Teologi Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK, 2012.
3.       Karman, Yonky, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. Jakarta: BPK, 2012.
4.       Ryrie, Charles, Teologi Dasar 1. Yogyakarta: ANDI, 1991.



[1] Christoph Barth, Teologi Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK, 2012. Hal. 35.
[2] William Dyrness, Tema-tema Dalam Teologi Perjanjian Lama.  Malang: Gandum Mas, 20009. Hal. 67-68.
[3] Christoph Barth, Teologi Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK, 2012. Hal. 39.
[4] William Dyrness, Tema-tema Dalam Teologi Perjanjian Lama.  Malang: Gandum Mas, 20009. Hal. 65.
[5] Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. Jakarta: BPK, 2012. Hal. 53
[6] Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. Jakarta: BPK, 2012. Hal. 71.
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Ryrie, Charles, Teologi Dasar 1. Yogyakarta: ANDI, 1991. Hal. 299.

No comments:

Post a Comment